FAROIDL : PENJELASAN RAD, ‘AUL DAN HAJB

Rad, Aul dan Hajb

1. Rad

Pengembalian [rad) kepada ahli waris yang mempunyai bagian pasti terjadi manakala harta peninggalan melebihi perolehan para ahli waris. Rad (lawan kata ‘aul) adalah kelebihan pembagian waris dan kekurangan siham yang akan dibagikan. Bagian ahli waris yang memperoleh dengan jalur bagian pasti memperoleh rad, selain suami istri, dengan melihat siham mereka masing-masing.

Menurut fatwa ulama muta’akhirin Syafi’iyah yang merupakan pendapat para sahabat dan tabi’in, seperti ahli waris yang mempunyai bagian pasti selain suami istri memperoleh rad dari ahli waris lainnya sesuai bagian pasti masing-masing. Allah SWT berfirman, “ Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi),” (QS. al-Ahzab [33]: 6). Ayat tersebut menunjukkan bahwa kerabat orang yang meninggal lebih utama untuk mendapatkan harta peninggalannya daripada selainnya, dan lebih utama daripada baitul mal yang diperuntukkan bagi kaum muslimin.

Dalam hadits dijelaskan bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi saw dan berkata, “Wahai Rasulullah, saya bersedekah kepada ibu dengan seorang budak perempuan yang masih gadis, lalu ibu meninggal dan budak itu masih hidup.” Kemudian Nabi saw berkata, “ Itu hakmu dan itu adalah warisan untukmu .” Beliau memberikan budak tersebut kepada perempuan itu. Dengan demikian, jika tidak ada rad, maka perempuan itu mendapatkan seperdua.

Adapun contoh-contohnya adalah sebagai berikut.

• Seseorang wafat dengan meninggalkan dua anak perempuan, atau dua saudari, atau dua kakek. Maka asal masalahnya adalah dua, dan masing-masing mendapat seperdua dan rad. Ini contoh ahli waris dari satu golongan.

• Seseorang wafat dengan meninggalkan ahli waris kakek dan saudari seibu. Masing-masing mendapatkan seperenam dari asal masalah (enam). Bagian (siham) mereka jika dijumlah sama dengan dua. Maka, asal masalah (enam) diganti dengan asal masalah baru (dua), yaitu hasil penjumlahan bagian dua ahli waris tersebut. Ini contoh ahli waris yang lebih dari satu golongan dan tidak terdiri dari suami atau istri yang tidak mendapat rad.

• Seseorang wafat dengan meninggalkan istri atau suami dan tiga saudari kandung atau tiga anak perempuan. Asal masalahnya empat: istri memperoleh bagian pasti seperempat, yaitu satu bagian pada masalah pertama. Suami pada masalah kedua mendapatkan seperempat beserta adanya beberapa anak perempuan. Sisanya tiga bagian dibagikan kepada beberapa saudari atau para anak perempuan sebagai bagian pasti dan rad.

• Seseorang wafat dengan meninggalkan istri, ibu, dan dua saudara seibu. Asal masalahnya empat: istri mendapatkan bagian pasti seperempat, satu bagian dan sisanya (tiga) diberikan kepada ibu dan dua saudara seibu, yaitu dari seperenam sampai sepertiga (dari satu bagian sampai dua bagian). Ini contoh pewarisan terdiri dari dua kelompok atau lebih dan terdapatnya ahli waris yang tidak mendapat rad, suami atau istri. Dengan demikian, bila ahli waris penerima rad itu hanya satu kelompok ahli waris yang mendapatkan bagian pasti, maka penyelesaiannya sebagai berikut. Bilamana ahli waris itu hanya seorang, dia memperoleh bagian pasti dan sisa sebagai rad, misalnya anak perempuan. Di samping dia mendapatkan bagian pasti, seperdua, dia juga mendapatkan sisa sebagai rad. Jika ahli waris berupa kelompok, mereka memperoleh rad sesuai bagian pasti masing-masing. Apabila ahli waris terdiri dari dua kelompok, mereka mendapatkan radnya berdasarkan mereka masing-masing.

2. ‘Aul

Menurut jumhur sahabat dan Empat Mazhab, ‘aul adalah nilai siham melebihi asal masalah dalam pembagian kepada ahli waris. Orang yang pertama kali memutuskan teori ‘aul adalah Umar bin Khathab ra. Yaitu dalam kasus ahli waris sebagai berikut: suami dan dua saudari; atau suami, ibu dan saudari kandung. Umar memutuskan hal itu karena mengacu pada pernyataan Ibnu Abbas dan Zaid bin Tsabit “a’ilu al-faraid” (berikanlah kepada ahli waris dengan sama rata). Dalam hal ini, yang dimaksud adalah dua saudari kandung, dan dalam permasalahan yang lain adalah beberapa anak perempuan.

Adapun asal masalah yang menimbulkan ‘aul adalah enam, dua belas, dan dua puluh empat.

Asal masalah enam kadang ‘aul menjadi tujuh dalam komposisi ahli waris sebagai berikut: suami dan dua saudari kandung. Suami memperoleh bagian pasti seperdua, tiga bagian dan dua saudari kandung memperoleh dua pertiga, empat bagian. Dengan demikian, asal masalah yang awalnya enam ‘aul menjadi tujuh.

Asal masalah enam kadang ‘aul menjadi delapan dalam komposisi ahli waris sebagai berikut: suami, dua saudari kandung, dan ibu (ahli waris ini dikenal dengan ñama mubahalah ).

Suami mendapatkan seperdua, tiga bagian; dua saudari kandung mendapatkan dua pe rtiga, empat bagian; dan ibu memperoleh seperenam, satu bagian. Dengan demikian, asal masalah yang awalnya enam ‘aul menjadi delapan.

Asal masalah enam kadang ‘aul menjadi sembilan dalam permasalahan

murawaniyah, yaitu ahli waris yang terdiri dari suami, saudari kandung, dan dua saudari seibu. Suami memperoleh seperdua, tiga bagian; dua saudari kandung memperoleh dua pertiga, empat bagian; dan dua saudari seibu mendapatkan sepertiga, satu bagian.

Dengan demikian, asal masalah yang awalnya enam ‘aul menjadi sembilan.

Asal masalah enam kadang ‘aul menjadi sepuluh dalam permasalahan syarihiyah atau ummul furukh karena banyaknya ahli waris yang terlibat dalam ‘aul. Adapun komposisi ahli warisnya sebagai berikut: suami, dua saudari kandung, dua saudari seibu, dan ibu. Suami memperoleh seperdua, tiga bagian; dua saudari kandung memperoleh dua p e rtiga, empat bagian dan dua saudari seibu mendapatkan sepertiga, dua bagian; dan ibu mendapatkan seperenam, satu bagian. Dengan demikian, asal masalah yang awalnya enam ‘aul menjadi sepuluh.

Asal masalah dua belas kadang ‘aul menjadi tiga belas dalam komposisi ahli waris sebagai berikut: istri, dua saudari kandung, dan saudari seibu. Istri mendapatkan seperempat, tiga bagian; dua saudari kandung mendapatkan dua pertiga, delapan bagian; dan saudari seibu mendapatkan seperenam, dua bagian. Dengan demikian, asal masalah yang awalnya dua belas ‘aul menjadi tiga belas.

Asal masalah dua belas kadang ‘aul menjadi lima belas dalam komposisi ahli waris sebagai berikut: suami, dua anak perempuan, ibu, dan ayah. Suami mendapatkan seperempat, tiga bagian; dua anak perempuan mendapatkan dua pe rtiga, delapan bagian; ibu mendapatkan seperenam, dua bagian; dan ayah mendapatkan seperenam, dua bagian. Dengan demikian, asal masalah yang awalnya dua belas ‘aul menjadi lima belas.

Asal masalah dua belas kadang ‘aul menjadi tujuh belas dalam komposisi ahli waris sebagai berikut: istri, dua saudari kandung, dua saudari seibu dan ibu. Istri mendapatkan seperempat, tiga bagian; dua saudari kandung mendapatkan dua pe rtiga, delapan bagian; dua saudari seibu mendapatkan sepertiga, empat bagian; dan ibu mendapatkan seperenam, dua bagian. Dengan demikian, asal masalah yang awalnya dua belas ‘aul menjadi tujuh belas.

Asal masalah dua puluh empat hanya ‘aul menjadi dua puluh tujuh dalam masalah minbariyah. Adapun komposisi ahli warisnya sebagai berikut: istri, dua anak perempuan, ayah, dan ibu. Istri mendapatkan seperdelapan, tiga bagian; dua anak perempuan mendapatkan dua pe rtiga, enam belas bagian; ayah mendapatkan seperenam, empat bagian; dan ibu mendapatkan seperenam, empat bagian. Dengan demikian, asal masalah yang awalnya duapuluh empat ‘aul menjadi dua puluh tujuh.

3. Hajb

Hajb, secara bahasa bermakna terlarang dan secara syara’ adalah tercegah menerima hak waris, baik secara keseluruhan atau sebagian saja. Hajb terbagi menjadi dua bagian yaitu hajb bil hirman dan hajb bi an-nuqshan

Hajb hirman adalah seseorang tidak berhak mendapatkan warisan sama sekali, bukan karena oleh dirinya sendiri seperti karena membunuh dan berbeda agama. Akan tetapi disebabkan oleh orang lain, yang derajatnya lebih dekat kepada mayat. Misalnya, kakek terhalangi oleh ayah, cucu laki-laki dan anak laki-laki terhalangi oleh anak laki-laki, dan saudara seibu terhalangi oleh ayah atau anak.

Hajb hirman ada tujuh, yaitu kakek, nenek saudari kandung, dua saudari seibu, dua saudari seayah, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan cucu laki-laki dari anak laki-laki, dengan penjelasan sebagai berikut.

1) Kakek terhalangi oleh ayah.

2) Nenek terhalangi oleh ibu.

3) Dua saudari kandung terhalangi oleh anak laki-laki, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki dan atau oleh ayah, berdasarkan ijma’ ulama.

4) Dua saudari seibu terhalangi oleh ayah, kakek, dan keturunan yang menerima waris, seperti anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan cucu perempuan dari anak laki-laki.

5) Dua saudari seayah terhalangi oleh dua saudari kandung apabila mereka tidak bersama muashshib -nya, yaitu saudaranya.

6) Cucu perempuan dari anak laki-laki terhalangi oleh dua atau lebih anak perempuan apabila mereka tidak bersama muashshib -nya, yaitu cucu laki-laki.

7) Cucu laki-laki dari anak laki-laki terhalangi oleh anak laki-laki.

• Hajb Nuqshan

Hajb nuqshan adalah berkurangnya bagian ahli waris karena ada ahli waris lainnya. Hal ini ada lima macam, sebagaimana berikut.

1) Berkurangnya bagian pasti, seperti suami yang mendapatkan seperdua, berkurang menjadi seperempat sebab terdapat anak; ibu yang mendapatkan sepertiga berkurang menjadi seperenam sebab adanya anak atau beberapa saudara/saudari; cucu perempuan dari anak laki-laki yang mendapatkan seperdua berkurang menjadi seperenam sebab terdapat satu anak perempuan.

2) Berkurangnya bagian ahli waris ashabah menjadi bagian yang lebih sedikit. Misalnya, saudari kandung atau seayah yang bersama anak perempuan atau bersama cucu perempuan dari anak laki-laki. Hal ini apabila mereka bersama saudaranya (saudara kandung dan seayah). Bisa diartikan bahwa mereka yang semula mendapatkan warisan sebagai ashabah ma’al ghair -yaitu karena bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki- berubah menjadi mendapatkan warisan sebagai ashabah bin nafsi . Dan ini berakibat pada perolehan bagian mereka pula.

3) Berkurang bagian ahli waris, yaitu mereka semula mendapatkan bagian pasti menjadi bagian ashabah. Misalnya, anak perempuan yang bersama anak laki-laki. Bagiannya berkurang dari bagian pasti, seperdua, menjadi ashabah yang lebih sedikit.

4) Berkurangnya bagian ahli waris, yang semula mendapatkan ashabah, berubah mendapatkan bagian pasti. Misalnya, ayah atau kakek yang semula mendapatkan ashabah, berubah menjadi bagian pasti karena bersama anak laki atau cucu laki dari anak laki-laki.

5) Banyaknya ahli waris yang memperoleh bagian pasti, seperti telah disebutkan dalam kasus ‘aul di depan.