INILAH ORANG PANDAI YANG DI ANCAM ROSULULLOH SAW.

بسم الله الرحمن الرحيم

Wahai anakku, Memberi nasehat itu mudah, yang sulit adalah menerimanya karena nasehat bagi orang yang menuruti nafsunya terasa pahit, sebab larangan-larangan itu justru dicintai dalam hatinya. Terlebih bagi seseorang yang mencari ilmu sebagai formalitas, sibuk pada prioritas nafsu dan prestasi keduniawian. Ia meyakini bahwa keselamatan dan kebahagiaannya hanya dengan ilmu an sich tanpa perlu mengamalkan. Yang demikian itu merupakan keyakinan para filosof –Maha Suci Allah Yang Maha Agung- . Orang yang terbujuk ini tidak mengerti bahwa saat ia memperoleh ilmu tanpa diamalkan terdapat dalil yang kuat seperti sabda Rosululloh SAW: Manusia yang paling berat mendapatkan siksa di hari qiyamat adalah orang yang mempunyai ilmu yang ilmunya tidak diberi kemanfaatan oleh Allah.
ايها الولد، النصيحة سهلة والمشكل قبولها، لانها في مذاق متبعي الهوى مرة. اذ المناهي محبوبة في قلوبهم، وعلى الخصوص لمن كان طالب العلم الرسمي ومشتغلا في فضل النفس ومناقب الدنيا. فانه يحسب ان العلم المجرد له سيكون نجاته وخلاصه فيه. وانه مستغن عن العمل وهذا اعتقاد الفلاسفة – سبحان الله العظيم- لا يعلم هذا المغرور انه حين حصل العلم اذا لم يعمل به تكون الحجة عليه آكد كما قال رسول الله –صلى الله عليه وسلم- : اشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لا ينفعه الله بعلمه

Diriwayatkan bahwa Syaikh al Junaid -qaddasa Allahu sirrahu- dimimpikan setelah wafatnya, lalu ditanyakan padanya: “Apa kabar wahai Abul Qosim?” Beliau menjawab “Telah binasa ibarat-ibarat itu dan telah lenyap isyarat-isyarat itu, tidak ada yang bermanfaat bagiku kecuali rakaat-rakaat kecil di tengah malam”.
وروي أن الجنيد –قدس الله سره- رؤي في المنام بعد موته فقيل له: ما الخبر يا أبا القاسم ؟ قال: طاحت تلك العبارات وفنيت تلك الاشارات وما نفعنا الا ركيعات ركعناها في جوف الليل

Wahai anakku, Janganlah kamu menjadi muflis (orang yang bangkrut) dari amal perbuatan dan jangan pula kosong dari ahwal[1]. Yakinlah ilmu tanpa amal tidak akan bisa membantu. Hal itu dicontohkan apabila ada seorang laki-laki di tengah hutan sambil memiliki sepuluh pedang Hindia dan beberapa senjata lain sementara itu ia pun seorang yang pemberani dan ahli perang. Kemudian ia disergap harimau yang besar dan ganas. Apa yang kamu pikirkan? Apakah senjata-senjata itu bisa menghalau kebuasan harimau tanpa digunakan dan dipukulkan? Tentu sudah jelas bahwa senjata tersebut tidak bisa menghalau kecuali digerakkan dan ditebaskan.
ايها الولد، لا تكن من الاعمال مفلسا ولا من الاحوال خاليا وتيقن ان العلم المجرد لا يأخذ باليد. مثاله لو كان على رجل في برية عشرة اسياف هندية مع اسلحة اخرى وكان الرجل شجاعا واهل حرب. فحمل عليه اسد عظيم مهيب، فما ظنك؟ هل تدفع الاسلحة شره عنه بلا استعمالها وضربها؟ ومن المعلوم انها لا تدفع الا بالتحريك والضرب.

Begitu juga apabila seseorang membaca, mengkaji 100.000 masalah keilmuan tanpa dipraktekan, maka semua itu tidak akan memberi manfaat sampai ilmu itu diamalkan. Sebagai contoh lagi jika seseorang terkena demam dan penyakit empedu (penyakit kuning) yang obatnya adalah dengan tumbuhan sakanjabin dan kaskab maka ia tidak akan sembuh kecuali dengan mengkonsumsi keduanya.
فكذا لو قرأ رجل مائة الف مسألة علمية وتعلمها ولم يعمل بها لا تفيد الا بالعمل. ومثله ايضا لو كان لرجل حرارة ومرض صفراوي يكون علاجه بالسكنجبين والكشكب فلا يحصل البرء الا باستعمالهما.

Jika engkau menakar 2000 kati arak, hal itu tidak akan menjadikanmu mabuk ketika kau tidak meminumnya.
كرمي دو هزار رطل همي يمائي * تامي نخورى نباشدت شيدائي.[2]

[1] Ahwal (احوال) merupakan plural dari hal (حال). Dalam terminologi tasawuf hal adalah kondisi maknawi yang datang ke hati tanpa diupayakan seperti susah, cemas, gelisah, gembira dan lain-lain. Sehingga menuntut manusia untuk beramal dan berbuat sesuai dalam kondisinya. Seperti ketika senang mengucapkan Alhamdulillah atau bersedekah, ketika gelisah karena dosa ber-istighfar. Amal perbuatan tadi setelah menjadi kecenderungan dan ajeg maka disebut maqom. Lihat kitab atta’rifat. Haramain. Hlm. 79
[2] Syaikh Muhammad Amin al Kurdi menerjemahkan bait tersebut dari bahasa Persi:
لو كلت الفي رطل خمر لم تكن * لتصير نشوانا اذا لم تشرب