MASALAH QADHA SHALAT DI JUMAT TERAKHIR BULAN RAMADHAN
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من فاتة صلاة فى عمرة ولم يحصها فليقم فى اخر جمعة من رمضان ويصلى اربع ركعات بتشهد واحد يقرا فى كل ركعة فاتحة الكتاب وسورة القدر خمسة عشر مرة وسورة الكوثر خمسة عشر مرة
Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa selama hidupnya pernah meninggalkan shalat tetapi tak dapat menghitung jumlahnya, maka shalatlah di hari Jum’at terakhir bulan Ramadhan sebanyak 4 rakaat dengan 1 kali tasyahud, tiap rakaat membaca 1 kali Fatihah kemudian surat Al-Qadar 15 X dan surat Al-Kautsar 15 X.”
قال ابو بكر سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول هذة الصلاة كفارة اربعمائة سنة حتى قال على كرم الله وجهه هى كفارة الف سنة قالوا يا رسول الله صلى الله عليه وسلم ابن ادم يعيش ستين سنة او مائة سنة فلمن تكون الصلاة الزائدة قال تكون لابوية وزوجتة ولاولادة فاقاربة واهل البلد
Sayidina Abu Bakar berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda shalat tersebut sebagai kafaroh (pengganti) shalat 400 tahun. Dan menurut Sayidina Ali ibn Abi Tholib shalat tersebut sebagai kafaroh 1000 tahun. Maka bertanyalah para sahabat : “Umur manusia itu hanya 60 tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya?”. Rasulullah Saw menjawab, “Untuk kedua orang tuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan untuk sanak familinya serta orang-orang dilingkungannya.”
Perlu ditinjau ulang keshahihan hadis tersebut dan apakah syari’at agama mengajarkan dalam mengqadha shalat semudah itu?
Hadits di atas ternyata adalah hadis maudhu’. Yaitu hadits yang disandarkan pada Nabi dengan kebohongan dan sebenarnya tidak ada keterkaitan sanad dengan Nabi dan pada hakikatnya itu bukanlah hadits. Hanya saja penyebutannya sebagai hadits memandang anggapan dari perawinya.
Ketika amalan ibadah bersumber dari hadis maudhu’ (palsu) maka maka menurut para ulama hukumnya tidak boleh mengerjakan amalan tersebut. Berbeda ketika amalan yang bersumber dari hadis dha’if (lemah) maka masih diperbolehkan mengamalkan sebatas fadhailul amal. Dalam kitab Al Adzkar An Nawawi hal 14 dikatakan,
اعلم أنه ينبغي لمن بلغه شيء في فضائل الأعمال أن يعمل به ولو مرّة واحدة ليكون من أهله، ولا ينبغي أن يتركه مطلقاً بل يأتي بما تيسر منه، لقول النبي صلى اللّه عليه وسلم
“Sebaiknya seseorang yang mengetahui keutamaan amalan (fadhoilul amal) melakukan hal tersebut walaupun hanya sekali saja agar termasuk dikatakan golongan amal tersebut. Dan tidak dianjurkan untuk meninggalkan amal terssebut, akan tetapi berusaha melakukan dengan semampunya, karena berdasar hadis Nabi Saw.”
قال العلماءُ من المحدّثين والفقهاء وغيرهم: يجوز ويُستحبّ العمل في الفضائل والترغيب والترهيب بالحديث الضعيف ما لم يكن موضوعاً
Para Ulama dari Ahli Hadis, Ahli Fiqh dan lainnya mengatakan: “Boleh dan disunnahkan melakukan suatu amal/perbuatan yang bersumber dari hadis dha’if (lemah) selama bukan hadis maudlu’ (palsu)”.
Amalan atau ibadah yang bersumber dari hadits palsu (maudhu’) dan orang tersebut mengetahuinya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah mengingatkan dalam haditsnya:
مَنْ حَدَّثَ عَنِّي حَدِيْثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الكَاذِبِيْنِ
“Barangsiapa yang menyampaikan hadits dariku dan dia mengetahui bahwasanya (hadits) tersebut adalah dusta maka ia adalah salah satu dari para pendusta.” (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah)
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku, maka dia telah mempersiapkan tempat duduknya di dalam api neraka.” (HR. Bukhari Muslim)
Dan seumpama seperti itu adanya, yakni kemudahan mengqadha shalat yang ditinggalkan dalam waktu yang lama cukup ditebus (kafarat) hanya shalat sekali dalam setahun maka dikhawatirkan yang akan terjadi kebanyakan orang islam dengan mudahnya meninggalkan kewajiban sholat 5 waktu setiap hari dengan alasan nanti cukup melakukan sholat kafarat.
Syariat sudah mengajarkan bahwa apabila seseorang meninggalkan shalatnya baik itu disengaja ataupun tidak, maka dia berkewajiban mengganti (qadha) dengan shalat di lain waktu sejumlah shalat yang ditinggalkannya
Hukum Mengqadha Sholat.
Dari Anas bin Malik Rosululloh saw bersabda, “Barang siapa yang lupa (melaksanakan) suatu sholat atau tertidur dari (melaksanakan)nya, maka kifaratnya (tebusannya) adalah melakukannya (mengqadha) jika dia telah ingat.” (HR. Bukhori Muslim)
مباحث قضاء الصلاة الفائتة حكمه قضاء الصلاة المفروضة التي فاتت واجب على الفور سواء فاتت بعذر غير مسقط لها أو فاتت بغير عذر أصلا باتفاق ثلاثة من الأئمة ( الشافعية قالوا : إن كان التأخير بغير عذر وجب القضاء على الفور وإن كان بعذر وجب على التراخي
“Hukum mengqadha shalat fardhu menurut kesepakatan tiga madzhab (Hanafi, Maliki dan Hanbali) adalah wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin baik shalat yang ditinggalkan sebab adanya udzur (halangan) atau tidak.
Sedangkan menurut Imam Syafi’i qadha shalat hukumnya wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin bila shalat yang ditinggalkan tanpa adanya udzur dan bila karena udzur, qadha shalatnya tidak diharuskan dilakukan sesegera mungkin.” (Al-Fiqh ‘alaa Madzaahiba l-Arba’ah juz I hal 755)
Kesimpulan
– Shalat kafarat jika bersumber dari hadis palsu (maudhu’) maka untuk lebih berhati-hati tidak dilakukan meskipun ada beberapa yang mengamalkan. Kecuali jika yakin ada dalil yang jelas memperbolehkan dan tetap mengqadha shalat-shalat yang ditinggalkan (faitah) mungkin itu masih lebih bijak.
– Apabila orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai lupa hitungan persisnya dan dia dalam keadaan sehat, maka tidaklah cukup atau lunas dengan hanya melakukan shalat kafarat.
– Hendaknya yang dilakukan adalah :
- bertaubat
- meng-qadha seluruh shalat yang ditinggal setiap hari semampunya sampai selesai.
- memperbanyak shalat sunnah dan amal-amal kebaikan untuk mengganti kekurangan.