MEMBANGUN KESHOLIHAN DENGAN PENGAMALAN SURAT YASIN
Selain Al Fatihah, Al Ikhlas dan Al Muawwidzatain, mungkin surat Yasin adalah surat yang paling banyak berinteraksi dengan kaum Muslim. Yasin dibaca dalam setiap pertemuan kaum Muslim, ketika tahlilan, ziarah kubur, bahkan dijadikan amal wasilah demi terkabulnya hajat. Yasin menjadi perekat sosial secara horizontal dan media berdialog dengan Allah secara vertikal. Disinilah urgensi Yasin menjadi penting. Hakikatnya yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat baik individu maupun sosial menjadikan Yasin begitu dibutuhkan bukan cuma sebagai ayat suci dalam relasi khalik dan makhluk tapi ayat sosial dalam relasi masyarakat.
Karenanya, menjadi wajar dan begitu urgen kalau surat Yasin dihaturkan ke hadapan masyarakat dengan disertai pemahaman. Misi agar Yasin menjadi nilai-nilai hidup dalam masyarakat inilah yang mengilhami penulis, KH Abd Basith AS menghadirkan buku ini. Surat Yasin yang telah melembaga dalam batin masyarakat akan lebih bernilai jika dia hidup, lebih-lebih jika amanat dalam surat Yasin menjadi perilaku teladan masyarakat kita.
Buku ini terbagi dalam 4 bab dengan menyajikan Yasin secara per kelompok mengikuti sistematika ayat yang tematik. Rujukannya sudah lebih dari cukup untuk menyajikan Yasin dari berbagai perspektif. Beberapa kitab muktabarah dijadikan rujukan dalam buku ini sehingga warna intelektualnya begitu mewarnai. Perspektif ilmu Tafsir dan Ulumul Quran tercermin dari referensi Tafsir Jalalain, Tafsir Al Maraghi, Hasyiyatul Allamah As Shawi Ala Tafsiril Jalalain, Tafsiru Surat Yasin Syekh Hamami Zadah, juga Qabas min Nuril Quran Muhammad Ali Asshabuni. Sementara tasawuf dan pendidikan adab menggunakan rujukan Ihya’ Ulumuddin, Sirajut Thalibin dan Mau’idhatul Mu’minin.
Dimulai dengan tafsir ayat pertama Surat Yasin yang sifatnya diskursus. Penulis nampaknya memilih pendapat jumhur ulama ahlusunnah untuk menyerahkan penafsiran lafal Yasin di pembuka surat pada Allah. Meski penulis juga menyebutkan penafsiran Yasin menurut sejumlah ulama. Aspek keragaman nampak diperhatikan, meski penulis hanya menyebutkan arti Yasin menurut Ibnu Katsir dan Jalalain. Keragaman pemaknaan lafal Yasin yang disebut penulis, sebenarnya ditemukan sejak tafsir Abdullah bin Abbas, Qatadah, Ikrimah, Al Mawardi dan Tafsir Al Kasyaf. Selain itu, pada bab pertama ini penulis menyebut identitas penyantun sebagai manifestasi rahmah dalam Islam. Sebuah upaya tak terputus untuk menyambungkan aspek sakral Al Rahim pada ayat kelima Yasin dengan aktivitas sosial.
Pemilihan referensi sebagai rujukan nampaknya jitu dan mengena. Ambil contoh, dalil tentang keesaan tuhan yang dirujuk dari As Shabuni menyebutkan bahwa tanda-tanda di alam semesta sejak relasi bumi dan hujan, siang dan malam, peredaran bulan dan matahari serta fakta transportasi (19-23). Pemilihan tema ini sifatnya mengena karena bersifat identifikatif-observasif bagi setiap Muslim. Artinya setiap Muslim pasti menjumpai fenomena alamiah di atas sehingga tadabbur lebih mudah diaktifkan sesuai tingkat keilmuan masing-masing individu.
Selain aspek intelektual, sosial dan tauhid, buku ini juga menyertakan kekhasan sebagai buku warga NU. Di awal buku dicantumkan dalil tentang fadhilah Yasin yang mungkin bagi kalangan Wahabi bersifat problematik serta tak lupa di akhir buku penulis mencantumkan doa populer surat Yasin karya Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad.
Walhasil, buku ini ternyata tak sesederhana tampilannya. Meski hanya 54 halaman, ilmu yang dituangkan Kiai Abd. Basith menjangkau jauh lebih banyak dari sekedar 54 halaman. Ada kalimat-kalimat tak tercetak yang disuguhkan penulis yang hanya bisa dipahami jika buku ini dibaca dengan penuh penghayatan dan ghirah untuk menghidupkan kesalehan. Sesuai misinya, buku ini cocok dibaca sejak lapisan elit, intelektual sampai masyarakat bawah.
Judul Buku: Surah Yasin: Menghadirkan Nilai-nilai Al Quran Dalam Kehidupan
Penulis: KH Abdul Basith AS
Penerbit: LTN NU Sumenep dan Muara Progresif
Halaman: XII dan 53 Halaman
Tahun terbit: Juni 2013
ISBN: 978-602-17206-5-3
Peresensi:Syarif Hidayat Santoso, pustakawan, warga NU Sumenep.