MEMERDEKAKAN JIWA DARI NAFSU ADALAH JIHAD YANG PALING UTAMA

Hal yang menjadi landasan tema ini adalah Rasulullah saw bersabda : “Jihad yang paling utama adalah jihad seseorang melawan hawa nafsunya”

Hampir semua manusia terperdaya oleh hawa nafsunya sendiri, sehingga banyak manusia yang kalah oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, perang melawan hawa nafsu sangat berat sekali. Sebab hawa nafsu itu ditopang oleh syaitan yang terkutuk. Kunci untuk mengalahkannya adalah introspeksi diri dan tidak menyalahkan orang lain. Rajin menuntut ilmu dan senang berkumpul dengan orang-orang yang sholeh.

Jihad Paling Utama dan Tertinggi

Para ulama telah sepakat bahwa, jihad termasuk amalan yang paling utama berdasarkan hadits-hadits shahih. Di antaranya adalah : Ada seorang lelaki bertanya, “Ya Rasulullah, amalan apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-nya”, Ia bertanya, “Kemudian apa ? Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah”, Ia bertanya lagi, Kemudian apa ? Beliau menjawab, “haji mabrur”(H.R Bukhori Muslim).

Jihad yang paling utama adalah jihad membela agama Allah . Rasulullah pernah ditanya, “Jihad apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “Seseorang yang berperang hingga kuda kendaraannya mati dan ia sendiri gugur bersimbah darah” (H.R Bukhori)

Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang dzalim.

Sabda Rasulullah saw : “Jihad yang paling utama adalah kalimat yang benar di hadapan penguasa yang culas” (H.R Ahmad)

Jihad yang paling utama adalah haji mabrur. Rasulullah saw bersabda : “tetapi jihad yang paling utama adalah haji mabrur” (H.R Bukhori)

Jihad yang paling utama adalah jihad melawan hawa nafsu. Sabda Rasulullah saw : “jihad yang paling utama adalah jihad melawan nafsu dan hawanya” (H.R Abu Nu’aim)

Imam Ibnu Qoyyim berpendapat bahwa jihad yang paling utama adalah jihad yang paling sesuai dengan tuntutan waktu dan kondisi. Ibadah puasa di bulan suci Ramadhan adalah salah satu cara mengekang dan melawan hawa nafsu. Kita tidak hanya diminta untuk menahan haus dan dahaga saja, tetapi juga mampu mengendalikan diri untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat.

Imam Ibnu Qoyyim berkata, bahwa JIHADUN NAFS memiliki 4 Peringkat :

  1. Berjihad melawan nafsu agar mau mempelajari petunjuk agama dan kebenaran Islam.
  2. Berjihad melawan hawa nafsu agar mengamalkan apa yang telah dipelajari dan diketahuinya.
  3. Berjihad melawan hawa nafsu agar mau berdakwah.
  4. Berjihad melawan nafsu agar bersabar dalam memikul beban dakwah.

Orang yang berjihad akan mampu menuntut ilmu dengan baik, karena Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu. Hanya saja, seringkali hawa nafsu menghadang diri untuk menggapai ilmu Allah. Bila ilmu telah tergapai kita wajib mengamalkannya dan berdakwah di jalan Allah. Setelah ilmu diamalkan dan berdakwah dengan baik, maka di tuntut kesabaran diri dalam memikul beban dakwah. Orang yang berilmu, akan memikul beban dakwah lebih banyak daripada mereka yang tidak berilmu pengetahuan.

 

Bentuk-bentuk Jihad an-nafs

Secara umum jihad an-Nafs ada dua bagian yaitu ;

  1. Melakukan jihad nafs terhadap hal-hal yang diinginkan. Di antaranya berupa keselamatan, kekayaan dan kesehatan. “Abdurrahman bin Auf berkata, “kami diuji dengan kesusahan, kami mampu bertahan. Dan kami diuji dengan kesenangan, namun kami tidak mampu bertahan”
  2. Melakukan jihad nafs terhadap hal-hal yang dibenci.

Banyak orang ketika diuji dengan kemiskinan ataupun kesusahan dia akan sanggup bertahan, tetapi bila dia diuji dengan kesenangan hanya sedikit manusia yang mampu untuk bertahan. Oleh karenanya manusia harus mampu melawan dirinya baik di kala susah maupun senang. Manusia harus lebih berhati-hati bila diuji dengan kekayaan. Harta yang berlimpah terkadang membuat orang tak mampu mengekang keinginan hawa nafsunya.

Sedangkan kepada jihad yang dibenci, ada 3 bagian yang perlu diketahui:

  1. Jihad an-nafs ‘alath –thaa’at, Yaitu berjihad melawan nafsu agar mau melakukan ketaatan karena tabiat nafsu manusia senantiasa membenci ubudiyah dan merasa berat memikulnya.
  2. Jihad an-nafs ‘ala tarkil ma’aashi, Yaitu berjihad melawan nafsu agar meninggalkan maksiat. Jihad ini sangat berat karena nafsu senantiasa merindukan dan menginginkan kemaksiatan.
  3. Jihad an-nafs ‘alar-ridho biqodarillah, Yaitu berjihad melawan nafsu agar ridha dengan ketentuan dan takdir Allah.

Diperlukan bekal-bekal ruhiyah dalam berjihad melawan hawa nafsu, yaitu:

  1. Memiliki azam atau niat yang kuat
  2. Senantiasa bertafakkur, dan mampu mengintrospeksi diri
  3. Agar tidak ridha manakala binatang lebih mulia dari dirinya
  4. Mengetahui dampak buruk dari mengikuti hawa nafsu
  5. Selalu menimbang-nimbang antara keselamatan agama dan kenikmatan sesaat
  6. Kesadaran tentang tabiat nafsu adalah merusak
  7. Kesadaran bahwa orang yang mengikuti hawa nafsu tidak layak menjadi pemimpin yang ditaati
  8. Kesadaran bahwa pangkal dari kejahatan adalah mengikuti hawa nafsu
  9. Menyadari bahwa hawa nafsu merupakan dinding yang mengelilingi neraka
  10. Menyadari bahwa 7 orang yang mendapat naungan Allah adalah orang-orang yang mempu melawan hawa nafsunya

Alloh berfirman :

“Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. “Ibrahim berkata, “Dan saya mohon juga dari keturunanku. “Allah berfirman, “Janji-Ku ini tidak mengenai orang-orang yang dzalim” (al-Baqarah : 124)

“Janganlah kamu mentaati orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami dan menuruti hawa nafsunya. Dan keadaannya itu melewati batas” (al-Kahfi : 28)

Rasulullah bersabda :

“Surga dikelilingi oleh berbagai macam kesulitan, dan neraka dikelilingi oleh berbagai macam kesenangan” (H.R Bukhori dan Muslim). Oleh karena itu hiduplah dalam lingkungan yang baik, sehingga akan mampu melawan hawa nafsu. Salah satunya adalah berkumpullah selalu dengan orang-orang yang sholeh dan selalu menyebarkan kebajikan kepada sesama manusia.

Abu Bakar Al-Warraq berkata :“Jika hawa nafsu mendominasi, maka hati akan menjadi kelam, Jika hati menjadi kelam, maka akan menyesakkan dada. Jika dada menjadi sesak, maka akhlaknya menjadi rusak. Jika akhlaknya rusak, maka masyarakat akan membencinya dan iapun membenci mereka”.