ULAMA MUTA’AKHIRIN BERBEDA PENDAPAT DENGAN IMAM SYAFI’I RA.

                Wallpaper Kaligrafi AllahULAMA MUTA’AKHIRIN Adalah ulama yang hidup setelah abab 4 H.mereka mempunyai beberapa pendapat alternatif dan mengalami kontradiksi dengan Imamnya, namun apabila di telusuri dan di lakukan obserfasi secara seksama ternyata pendapat ulama muta’akhirin tidaklah keluar dari madzhab Imamnya, dengan bukti mereka masih konsisten mengikuti kaidah kaidah dan rumusan Imamnya, baik dalam bentuk istimbat,analog ataupun penyeleksian(ikhtiyar), atau setidaknya mentarjir qoul qodim, karena terdapat dalil yang berupa hadits shohih sesuai dengan ungkapan Imam Syafi’i Ra: “Bila hadits itu shohih maka itulah madzhabku”.(referensi : Fawaidul makiyah hal:70).

Mengingat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan lagi untuk mengikuti sekaligus mengamalkan pendapat Imamnya. Adapun pendapat yang di pilih secara kwantitatif oleh Ulama Muta’akhirin ada 13 masalah :

1. Air yang bercampur dengan najis hukumnya tidak najis, baik sedikit atau banyak, kecuali berubah salah satu sifatnya (warna,bau dan rasa). Pendapat ini mengikuti Imam Daud Ad Dohiri dan satu riwayat dari Imam Malik

(Referensi : Bidayatul Mujtahid hal.17 dan I’anatuth Tholibin hal.113).

2. Di cukupkan Muqoronah Urfiyah dalam niat ketika takbirotul ikhrom(bukan muqoronah haqiqi),pendapat ini di dukung oleh Imam Ghozali dan An Nawawi.

(Referensi : Al Bajuri dan Kifayatul Akhyar hal 103)

3. Boleh memindahkan zakat dan memberikanya pada satu golongan dan satu orang, Pendapat ini di dukung oleh Ibnu Ujail, al Ashbuhi dan Mayoritas ulama muta’akhirin yang sebenarnya pendapatnya Imam Tsalatsah.

(Referensi : Bughyah hal. 105-106)

4. Boleh jual beli tanpa menggunakan ijab qobul(muathoh) menurut Ibnu Suraij, Ar Rouyani. Namun, di batasi pada sesuatu yang di anggap kecil(muhaqor) atau terhadap sesuatu yang di anggap sesuatu yang di anggap jual beli menurut urf manusia. Qoul ini pendapatnya Imam Malik yang di dukung oleh Ibnu Shobagh, Al Baghowi, An Nawawi, Al Mutawali dan lain lain

(Referensi : Kifayatul Akhyar hal.240)

5. Sah Bai’ul Uhdah, qoul ini tidak termasuk madzhabnya Imam Syafi’i

(Referensi : Bughyah hal.133)

6. Sah transaksi yang di lakukan Safih(orang bodoh), sedangkan pengertian Rusydu(pandai) di batasi, orang yang pandai dalam dunia saja, tdak harus berskap baik atau pandai dalam hal akhirat. Qoul ini pendapat ulama muta’akhirin.

(Referensi : bughyah hal. 139).

7. Sah akad Muzaro’ah, Mukhobaroh, Mughorosah, Munasyaroh

(Referensi : Bughyah hal. 162-163)

8. Mengembalikan sisa harta warisan setelah ahlul furudl selain suami isteri kepada ahlul furudl bila baitul mal tidak terorganisir, bila ahlul fardli tidak ada maka di berikan kepada dzwil arham. hal ini merupakan fatwa dari ulama muta’akhirin

(Referensi : I’anah juz 3 hal.225)

9. Sah orang fasiq menjadi awli nikah sebagaimana yang di fatwakan oleh Ar Rouyani dan mayoritas muta’akhirin khususnya di Khurosan.

(Referensi : Bughyah hal.202-203)

10. Memilih mengamalkan pendapatnya ulama dalam sebagian masalah kafa’ah dengan memenuhi syarat syaratnya.

(Referensi : Bughyah hal. 208-209)

11. Boleh mengamalkan qoul qodim bagi wanita yang terputus haidnya bukan karena penyakit(illat) dengan menunggu 9 bulan kemudian ‘iddah selama 3 bulan.

(Referensi : Al Mahalli  hal.42)

12. Boleh Faskh bagi wanita yang di tinggal pergi suaminya bila sulit mendapatkan nafaqoh, pendapat ini di dukung oleh Ibnu Ziyad, ibnu Sholah, At Thombadawi, Al Muzajjad, Ibnu Ishaq, Al Kafi dan lainya).

(Referensi : Bughyah hal 243)

13. Menerima persaksian orang fasiq dengan syarat al amtsal fal amtsal (yang lebih sedikit) ketika umum kefasika

(Referensi : Bughyah hal.282)