KEISTIMEWAAN AMALAN DI BULAN RAJAB
Keistimewaan-keistimewaan Bulan Rajab, sangat banyak. Di antaranya, bulan Rajab, termasuk bulan Haram, bulan yang dimuliakan oleh Allah, di mana Allah menyebutkan bulan Haram dalam al-Qur’an tidak kurang dari lima kali. Karena kemuliaannya ini juga, Allah memilihnya sebagai waktu yang tepat untuk pelaksanaan Isra Mi’raj—menurut sebagian pendapat—dan bahkan Imam Syafi’i pernah mengatakan:
Artinya:
“Telah sampai kepada kami riwayat bahwa do’a itu akan (lebih besar kemungkinan untuk) dikabulkan pada lima malam: Pada malam Jum’at, malam Idul Fithri, malam Idul Adha, malam awal bulan Rajab, dan pada malam Nishfu Sya’ban. Imam Syafi’i berkata kembali: “Dan aku sangat menekankan (untuk memperbanyak doa) pada seluruh malam yang telah aku ceritakan tadi”.
Imam Abdurrahman as-Shafury asy-Syafi’i dalam kitabnya Nuzhatul Majaalis wa Muntakhab an-Nafais (hal 222) mengatakan bahwa kata Rajab yang terdiri dari tiga huruf ra, jim dan ba, merupakan singkatan dari Rahmatulloh (kasih sayang Allah), Juudulloh (kedermawanan Allah) dan birrulloh (kebaikan Allah).
Menurutnya, bahwa pada bulan Rajab, Allah akan mencurahkan kasih sayangNya, kedermawananNya dan kebaikan-kebaikanNya. Ini menunjukkan akan kemuliaan bulan dimaksud.
Amalan-amalan bulan Rajab
Lalu amalan apa yang sebaiknya dilakukan? Semua ibadah, mulai dari puasa sunnat, membaca al-Qur’an, shadaqah, shalat sunnat, berdoa, merupakan di antara amalan yang sebaiknya dilakukan pada bulan mulia ini. Para ulama mengatakan, siapa yang lalai dengan bulan Rajab, maka ia akan lalai juga pada bulan Sya’ban dan Ramadhan nya kelak.
Karena itu, seorang ulama yang bernama Imam Abu Bakar al-Warraq al-Balakhy sebagaimana dinukil Ibnu Rajab dalam Lathaiful Ma’arif (hal 176), mengatakan:
Artinya:
“Bulan Rajab adalah bulan untuk menanam (kebaikan), bulan Sya’ban adalah bulan untuk menyiram tanaman (kebaikan itu), dan bulan Ramadhan adalah bulan untuk memanen tanaman dimaksud”.
Inilah yang di tanam di bulan rojab :
Dari tanggal satu sampai tanggal 30 rojab membaca istighfar berikut ini sebanyak 70 kali pagi dan sore hari :
رَبِّ اغْفِرْلِي وَارْحَمْنِيْ وَتُبْ عَلَيَّ
(Robbighfirli warhamni wa tub ‘alayya).
Di dalam kitab Kanzun najah was surur di terangkan bahwa orang yang membaca istighfar ini selama bulan rojab maka tubuhnya tidak akan tersentuh api neraka.
Kemudian, dari tanggal 1 sampai tanggal 10 membaca tasbih ini sebanyak 100 kali dalam sehari :
الْحَيِّ الْقَيُّوْمْسًبْحَانَ
(Subhanal khayyil qoyyum)
Kemudian dari tanggal 11 sampai tanggal 20 membaca tasbih ini sebanyak 100 kali dalam sehari :
سُبْحَانَ الله الْأَحَدِ الصَّمَدِ
(Subhanallohil ahadis shomad)
Kemudian dari tanggal 21 sampai tanggal 30 membaca tasbih ini sebanyak 100 kali dalam sehari :
سُبْحَانَ الله الرَؤُوْفُ
(Subhanallohir rouf)
Di terangkan dalam sebuah hadits, bahwa siapa yang membaca tasbih diatas dalam bulan rojab maka tidak bisa di sifati pahalanya, karena sangat banyaknya pahala yang di peroleh.
Dalam kesempatan lain, Imam al-Balakhy juga pernah mengatakan:
Artinya:
“Bulan Rajab itu laksana angin, sedang bulan Sya’ban ibarat awan, dan bulan Ramadhan seperti hujan (hujan penuh kebaikan dan keberkahan)”.
Di samping itu, jangan lupa berdoa sebanyak mungkin agar dapat bertemu bulan Ramadhan. Di antara doa yang biasa dibaca oleh Rasulullah saw pada bulan Rajab ini adalah:
Allahumma baarik lanaa fi rojab wa sya’ban, wa ballignaa romadhan
Artinya:
“Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab, juga di bulan Sya’ban ini serta sampaikanlah usia kami ke bulan Ramadhan”.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
Artinya: “Anas bin Malik berkata: “Adalah Rasulullah saw apabila beliau memasuki bulan Rajab, beliau suka berdoa: “Allahumma baarik lanaa fi rajab wa sya’ban, wa ballignaa ramadhan (Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab ini, juga di bulan Sya’ban ini serta sampaikanlah usia kami ke bulan Ramadhan)” (HR. Ahmad, Thabrani dan al-Bazzar).
Hadits di atas dinilai sebagai hadits dho’if oleh jumhur muhadditsin, namun, Imam Abdul Ghani bin Ismail an-Nablusi dalam bukunya, Fadhoil al-Ayyaam was-Syuhuur (hal 29) mengatakan :
bahwa hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus nya, diriwayatkan melalui tiga jalan dari Anas bin Malik. Ini artinya bahwa hadits ini dikuatkan oleh keterangan lainnya, sehingga karena saling menguatkan, hadits ini dapat naik derajatnya kepada hadits Hasan Lighoirihi.
HANYA NABI MUHAMMAD SAW YANG BISA MEMBERIKAN SYAFA’AT DI HARI KIAMAT
Di dalam kitab Tanbihul Ghafilin karya Imam Abi Laits as-Samarqandi, dikisahkan pada Hari Kiamat nanti, sekelompok manusia ada yang merasa sangat kesusahan dengan keadaan yang dialaminya.
Mereka kemudian mendatangi Nabi Adam a.s. berharap sang “Abal Basyar” dapat memberikan pertolongan. “Isyfa’ lana (syafa’atilah kami)!” teriak mereka.
Namun, sayangnya jawaban yang keluar tidak sesuai harapan mereka, “Aku tidak berani menempati maqam memberikan syafa’at kepada kalian! Aku pernah dikeluarkan dari Surga, sebab kesalahanku,” ungkap Nabi Adam a.s.
“Pada hari ini, tidak ada hal yang lebih menyusahkan dibanding diriku sendiri. Pergilah kalian kepada Nabi Ibrahim!”
Kemudian mereka beralih, menuju kepada Nabi Ibrahim a.s, sang Khalilullah (kekasih Allah). Jawaban serupa didapatkan mereka setelah menemui Nabi Ibrahim a.s.
“Aku tidak berani. Aku pernah berbohong tiga kali!
Nabi Ibrahim pernah ‘berbohong’ tiga kali :
- Ketika diajak untuk pergi ke kuil, kemudian ia berbohong bisa sakit kalau berangkat ke kuil.
- Usai menghancurkan berhala, kemudian ditanya raja Namrud, siapa yang menghacurkan berhala, dijawab : yang menghancurkan berhala adalah berhala yang laing besar.
- Ketika ditanya raja Namrud, perihal istrinya, dijawab : ini saudara perempuan saya.
“Pergilah engkau kepada Nabi Musa!”
Kepada Nabi Musa, mereka kembali menitipkan harapan. “Mintakan kami syafa’at dari Allah, agar Allah segera memberikan keputusan kepada kami,” pinta mereka.
Namun, kembali kekecewaan yang mereka dapatkan. “Sewaktu di dunia, aku pernah membunuh seseorang. Maka, pada hari ini, tidak ada hal yang paling kupikirkan dibanding diriku sendiri. Pergilah kalian kepada Nabi Isa!”
Untuk ke sekian kali, mereka belum jua mendapat jawaban. Tibalah kepada Nabi Isa a.s.
“Wahai, Isa! Sudikah anda memintakan syafa’at untuk kami?”
“Aku dan ibuku dijadikan sesembahan, dianggap sebagai Tuhan selain Allah. Maka, pada hari ini, tidak ada hal yang paling kupikirkan, dibanding diriku sendiri. Pergilah kalian kepada Nabi Muhammad, sang penutup para nabi!”
Kemudian mereka mendatangi Nabi Muhammad saw. untuk meminta syafa’at.
“Na’am, ana laha! Akulah yang memiliki hak untuk memberikan syafa’at, sehingga Allah memberikan izin dan ridha kepada orang yang kuberikan syafa’at,” jawab Rasulullah saw.
Maka, kepada siapa lagi kita menggantungkan harapan untuk mendapat syafa’at di Hari Akhir nanti? Sudah semestinya pula, kita berharap untuk mendapatkan syafa’at dari al-musthofa.
Isyfa’ lana/ Ya habibana/ Laka syafa’at/ wa hadza mathlabi/ Ya Nabi//.