PAK SOPIR DAN PEDAGANG YANG JUALAN MAKANAN DI SIANG ROMADLON

 MAKAN               Malam dan siang bukanlah penghalang untuk melakukan perjalanan bagi mereka yang ada keperluan seperti pedagang umpamanya. Walaupun sedang melaksanakan ibadah puasa romadlon dan matahari dengan panasnya mulai menyengat, mereka tetap tidak menghiraukanya. Hal itu di lakukan demi menghidupi keluarga mereka yang merupakan amanah dari yang maha kuasa.

Tetapi yang namanya manusia selalu tidak selamanya dalam kondisi yang fit atau juga sehat, karena memang manusia adalah makhluk yang tidak sempurna, sehingga terkadang karena faktor kecapean dan situasi bisa menyebabkan mereka yang sedang bepergian mengalami dehidrasi yang berlebihan.

Apakah membatalkan puasa bagi orang yang bepergian jauh di perbolehkan? Sementara perginya mereka dari rumah setelah terbitnya fajar?

Di dalam kitab Marqotus Su’udit Tashdiq halaman 43 yang merupakan syarah dari kitab Sulam Munajat di jelaskan bahwa orang yang bepergian setelah terbitnya fajar maka tidak boleh membatalkan puasa, karena di perbolehkanya musafir membatalkan puasa adalah jika perginya sebelum fajar.

Namun, menurut Imam Muzani hal seperti dalam masalah di atas tetap di perbolehkan membatalkan puasa.

Masih seputar pedagang, di mana kata terpaksa sering di buat alasan sebagai pembenaran dari semua perbuatan yang di larang syari’at, sebagaimana realita yang terjadi di sekeliling kita. Walaupun sudah tahu bulan puasa masih saja ada pedagang yang jualan makanan di siang hari.

Sebenarnya, bolehkah menjual makanan di siang hari bulan romadlon?

Masalah menjual makanan di siang hari bulan romadlon sudah di jelaskan di dalam kitab I’anatut Tholibin juz 3 halaman 29 dan kitab Tuhfatul Mukhtaj juz 3 halaman 317,

Bahwa menjual makanan di siang hari bulan romadlon adalah tidak di perbolehkan, jika yang membelinya adalah di yakini dan di ketahui akan memakanya di siang hari bulan romadlon, dan boleh menjual makanan di siang hari bulan romadlon yang akan di makan untuk berbuka puasa.

Berbeda dengan pedagang, yaitu ketika yang bepergian adalah pak sopir yang selalu berada di perjalanan antar kota bahkan profinsi, hal itu di lakukan juga karena faktor tuntutan ekonomi. Kemudian, apakah bagi pak sopir di perbolehkan membatalkan puasa, mengingat pak sopir selalu bepergian?

Pak sopir memang di perbolehkan membatalkan puasa, jika mempunyai harapan ada waktu muqim(tidak bepergian) yang di gunakan untuk mengqodloi puasa yang di batalkanya. Namun menurut Ibnu Hajar, pak sopir boleh membatalkan puasanya meskipun tidak ada waktu muqim baginya, dan qodlo puasanya juga di lakukan di perjalanan. Masalah ini di terangkan dalam kitab Nihayatul Muhtaj juz 3 halaman 52, kitab Hasyiyah Qolyubi juz 2 halaman 82 dan kitab I’anatut Tholibin juz 2 halaman 88 juga kitab Kasyifatus Saja halaman 155.