DI PAKSA PREMAN MEMBELI AIR MINERAL
Preman itu punya 1001 macam cara untuk dapat uang. Mulai dari memalak secara langsung dengan paksaan, hingga pura-pura berjualan, tetapi ada unsur pemaksaannya. Bedanya, yang kedua ini kelihatannya lebih halus, tetapi tetap saja pemalakan juga, karena ada unsur pemaksaannya.
Dan sasarannya adalah orang-orang yang sebenarnya sudah bekerja dengan jujur dan halal, tetapi kemudian mendapat pemerasan sedemikian rupa, sehingga mengurangi pemasukannya.
Sebenarnya trik jualan minuman air kepada sopir angkot itu sudah lama terjadi, kadang juga yang dijual koran dan sebagainya. Dan nampaknya trik ini bukan cuma dilakukan oleh preman liar di jalanan saja, tetapi preman yang berseragam resmi pun seringkali melakukannya tanpa kita sadari.
Jadi nampaknya urusan pemaksaan alias pemerasan ini sudah jadi budaya bangsa. Dalam bahasa yang lebih sarkastik, ada yang sampai mengatakan bahwa pemerasan seperti sudah menjadi ‘lambang negara’ kita nampaknya. Pemerasan demi pemerasan seperti ini tumbuh subur gemah ripah loh jinawi di negeri tercinta ini. Sehingga akhirnya semua orang jadi maklum.
Bahkan guru sekolah pun sering melakukan praktek pemerasan siswa seperti ini. Ada-ada saja alasannya, untuk uang piknik, uang les, uang buku, seragam, dan seterusnya. Bisa dibayangkan, kalau para guru yang seharusnya jadi suri teladan sudah melakukan praktek ‘pemerasan’ seperti ini, maka jangan heran kalau anak-anak siswa punya dendam untuk melakukan pemerasan lagi, ketika berkuasa nanti.
Yang lebih parah, ada salah satu jamaah pengajian ibu-ibu bercerita tentang ‘pemerasan’ yang dilakukan oleh ibu hajjah ustadzah, guru ngaji mereka sendiri. Ceritanya, tiap kali ustadzah pulang dari haji, selalu bawa oleh-oleh berupa pakaian. Jumlahnya cukup banyak. Lalu pakaian itu dibagi-bagi kepada ibu-ibu anggota majelis taklimnya. Semuanya kebagian dan tidak ada yang tidak kebagian.
Tetapi sayangnya oleh-oleh itu tidak gratis, semua harus bayar dengan harga yang cukup lumayan mahal. Tetapi alasan yang disodorkan sang ustadzah susah untuk dilawan,”Dari pada beli sama si Bunhok, mendingan beli sama ustadzah, biar berkah, nanti didoain biar bisa pergi haji. Yang kagak beli, ane doain biar suaminya pada kawin lagi, amiin”.
Kontan semua ibu-ibu langsung buka dompetnya, langsung bayar kontan. Entah ingin pergi haji atau takut suaminya kawin lagi. Duh, ustadzah ustadzah, cari duit kok ngoyo seperti itu.
Hukum Jual Beli Dengan Paksaan
Urusan apakah jual-beli itu sah atau tidak, nanti ada pembahasannya tersendiri. Namun yang pasti, pemaksaan untuk beli air minum yang dilakukan oleh preman kepada para sopir angkot itu jelas haram. Di dalam Al-Quran sudah dijelaskan tentang keharusan jual-beli itu dengan kerelaan kedua-belah pihak.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Wahai orang-orang yang beriman. Janganlah kalian saling memakan harta di antara kamu dengan cara yang batil, kecuali apabila lewat jual-beli yang kamu saling rela. (QS. An-Nisa’ : 29)
Selain itu Rasulullah SAW juga menetapkan bahwa jual-beli itu harus ditegakkan di atas saling rela antara kedua belah pihak.
إنما البيع عن تراض
Sesungguhnya jual-beli itu harus atas kerelaan kedua belah pihak (HR. Ibnu Majah)
Sedangkan dari sisi hukum akad jual-beli, banyak ulama yang mengatakan jual-beli dengan paksaan itu termasuk jual-beli yang batil. Maka jual-beli itu dianggap tidak sah. Konsekuensinya, bila tetap tidak ridha, air minum yang terpaksa harus dibayar itu tetap tidak halal untuk dimiliki, apalagi diminum.
Kenapa? Kan sudah bayar?
Jawabnya ya itu tadi. Karena jual-belinya dianggap batil alias tidak sah, maka kepemilikan air minum itu juga tidak sah. Dan kalau tidak dimiliki secara sah, haram juga untuk diminum. Maka sopir angkot yang paham syariah jual-beli, tidak mau menerima air itu, karena percuma juga diterima. Hukumnya tetap haram. Paling jauh dia hanya kasih uangnya sebagai jatah preman, tetapi tetap tidak mau ambil airnya.
Namun dalam pendapat mazhab Al-Hanafiyah, hukum jual-beli dengan paksaan ini lain lagi statusnya. yaitu hukum jual-beli itu fasid tetapi tidak batil.
Konsekuensinya, secara hak kepemilikan barang sudah sah dengan jual-beli itu sopir angkot yang terpaksa bayar air minum, hukumnya sah untuk meminumnya, karena air minum itu sudah jadi miliknya. Walaupun pihak yang memaksa itu berdosa karena telah melakukan hal yang terlarang.
Lalu bagaimana dengan ustadzah yang bawa ‘dagangannya’ dan memaksa jamaahnya untuk beli?
Nah, disinilah bedanya ustadzah ini dengan preman. Kalau ada yang merasa terpaksa atau tidak rela, maka dalam ceramahnya yang menarik itu, beliau bisa membuat rasa tidak rela itu kemudian diaduk-aduk sehingga bisa membuat jamaahnya sampai menitikkan air mata. Seusai nangis-nangis itu, mereka yang tadinya tidak ikhlas dan tidak rela, akhirnya jadi ikhlas dan rela.
Jangan di tiru ustadzah yang seperti ini ya.. bisa kurang berkah dalam hidup kita.