RAHASIA HATI MANUSIA
Hati kalau sudah bersih, pandangannya akan menembusi segala hijab-hijab yaitu tabir alam maddiah (benda). Akan tersingkap hijab-hijab itu dan terbanglah ia ke alam ghaib yang maha luas sebatas yang diizinkan oleh Allah Taala. Hati yang benar-benar bersih, di waktu itulah Allah SWT curahkan ke dalamnya perkara atau barang yang berharga dan terlalu bernilai yaitu keimanan, keyakinan, ketaqwaan, hikmah, wahyu, kasyaf, ilmu laduni, firasat dan lain-lain lagi.
Uraian, tafsiran atau penjelasan tentang hal-hal ini akan dibahas secara terperinci, di bawah tajuk masing-masing.
- WAHYU
Wahyu adalah ilmu yang Allah sampaikan kepada rasul-rasul dan nabi-nabi secara langsung. Atau melalui perantaraan malaikat, langsung jatuh ke hati mereka, langsung dapat dihafal dan tidak dilupkana untuk selama-lamanya. Hal ini terjadi tanpa usaha ikhtiar dan tanpa belajar. Inilah mauhibah atau anugerah dari Allah. Wahyu membawa syariat baru, memansuhkan syariat yang sebelumnya.
- ILMU LADUNI/ILHAM
Apakah itu ilmu laduni? Ilmu laduni adalah ilmu yang membawa pengertian atau makna yang baru kepada syariat, bukan membawa syariat baru. Ilmu laduni atau ilmu ilham ialah ilmu yang Allah jatuhkan ke dalam hati para wali-Nya, tanpa melalui proses usaha ikhtiar atau hasil mendengar kuliah daripada guru atau hasil berfikir. Ilmu ini terjatuh langsung ke dalam hati. Yang mana bila dikaji atau diuraikan, akan jadi satu ilmu atau satu uraian yang sangat ilmiah. Artinya ilm ini menjadi suatu ilmu yang sangat bermanfaat. Ilmu yang didapati itu tepat, meyakinkan, masuk akal, memberi kepuasan serta tidak meletihkan otak. Namun demikian dapat terlupa dari ingatan. Berbeda dengan ilmu hasil belajar, membaca, berfikir atau mengkaji yang cepat menjemukan. Kadang-kadang ilmu kajian ini tidak tepat, tidak meyakinkan atau tidak masuk akal dan meletihkan. Untuk mendapatkannya perlu proses waktu yang lama. Artinya hasil membaca, berfikir setelah faham baru dapat ilmu.
Kalau begitu ilmu laduni atau ilmu ilham bukan membawa syariat yang baru. Ilmu laduni membawa makna atau tafsiran yang baru, yang sesuai dijadikan tindakan dan penyelesai masalah untuk zamannya atau makna yang tertentu, khusus untuk orang itu. Mengapa pula ilmu ilham atau ilmu laduni ini dikatakan sebagai penyelesai masalah sesuai dengan zamannya dan bukan untuk semua zaman? Kalau saya hendak misalkan ilmu Allah itu yakni ilmu Al Quran atau Sunnah Rasul, yang maha luas dan tidak berkesudahan itu diibaratkan sebagai khazanah lautan, setiap orang yang mencari khazanah lautan itu insya-Allah dapat sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya dan juga untuk orang lain. Apa yang diperolehi oleh setiap orang itu mungkin tidak sama di antara satu sama lain. Mungkin ada yang dapat kerang atau ada yang dapat ikan sahaja. Orang yang dapat ikan pula mungkin tidak sama jenisnya. Ada yang dapat ikan hiu, ada yang dapat ikan pari, ikan kembung dan sebagainya. Ada juga yang dapat minyak, mutiara, batu karang dan lain-lain lagi.
Bagi orang yang tidak faham, dia akan mengatakan kepada orang yang dapat batu karang: “Anda tak dapat apa-apalah! Saya dapat ikan. Inilah khazanah lautan yang sesungguhnya. Anda ini dapat batu karang dari hutan mana?” Tapi bagi orang yang dapat batu karang menyangka mereka yang dapat ikan itu bukan dari khazanah laut. Akhirnya terjadilah tuduh-menuduh. Sebenarnya kerang dan ikan sama-sama khazanah laut, tetapi oleh karena masing-masing kurang ilmu, maka masing-masing menganggap apa yang mereka dapat itulah sebenarnya dari laut. Yang lain bukan dari laut. Lebih-lebih lagi orang yang dapat minyak, tentulah mereka lebih sombong lagi dan menuduh orang-orang yang dapat benda-benda lain tidak dianggap dari khazanah laut.
Oleh itu bagi orang yang faham tentang laut, ia tidak jadi masalah. Semua yang disebut itu adalah khazanah lautan. Cuma keperluan saja yang tidak sama. Ikan untuk dimakan. Kalau minyak untuk mesin dan batu karang pula untuk hiasan dan begitulah seterusnya.
Jadi, orang yang dikurniakan ilmu laduni atau ilmu ilham ini adalah orang yang mendapat khazanah dari lautan ilmu Allah. Ada macam-macam ilmu dan setiap sesuatu ilmu itu mempunyai banyak pengertian dan tafsirannya. Jadi Allah memberi pengertian dan tafsiran masing-masing ayat sesuai pada seseorang itu untuk menyelesaikan masalah di zamannya atau keperluan seseorang itu. Perkara itu pula kebanyakannya bukan pengertian mengenai hukum-hukum (fiqh) karena soal itu sudah tetap dan tidak berubah untuk setiap zaman kecuali perkara khilafiah. Sebaliknya ilmu laduni ini kebanyakannya mengenai penguraian, falsafah, didikan, hal kontemporer di zaman itu, metode dan kaedah sahaja. Perkara-perkara ini dapat berubah mengikut zaman.
Jika ilmu wahyu disampaikan kepada rasul atau nabi, ilmu laduni atau ilmu ilham pula Allah kurniakan kepada para wali dan orang-orang soleh. Ilmu wahyu adalah syariat baru yang memansuhkan syariat yang diamalkan sebelumnya manakala ilmu laduni akan membawa tafsiran atau makna baru kepada ilmu wahyu itu, sesuai untuk zamannya atau orangnya. Ilmu wahyu tidak dilupakan tetapi ilmu laduni atau ilham mudah dilupakan oleh orang yang menerimanya. Kalau yang menerima ilmu wahyu itu adalah rasul maka wajib ilmu tersebut disampaikan tetapi kalau dia seorang nabi, maka tidak wajib menyampaikannya. Sedangkan ilmu laduni sebaiknya disampaikan karena ilmu ini akan dapat menyelesaikan masalah-masalah terkini yang sedang dihadapi oleh masyarakat, sesuai untuk zamannya. Atau untuk mengetahui hikmah atau pengajaran sesuatu hukum itu.
Kalau ilmu wahyu ditolak, otomatis seseorang itu akan jatuh murtad atau kafir dan di Akhirat akan terjun ke Neraka serta kekal selama-lamanya. Sebaliknya kalau menolak ilmu laduni atau ilmu ilham, tidak menjadi kafir tetapi akan menghilangkan berkat (barakah) dan tertutup pintu bantuan Allah.
Mungkin ada orang yang akan menolak pendapat saya tentang ilmu laduni ini dan sulit untuk menerimanya terutamanya:
Orang yang tidak percaya adanya ilmu laduni atau ilham di dalam Islam.
Seseorang yang tidak ada ilmu ini dan tidak ada pengalaman mengenainya, sekalipun dia mempercayainya.
Seseorang yang tahu mengenai ilmu ini tetapi karena hasad dengki, dia tidak senang dengan orang yang mendapat ilmu ini, maka dia pun buat-buat menolaknya, sedangkan hatinya membenarkan.
Apa bukti ilmu laduni atau ilmu ilham ini wujud? Buktinya, adalah berdasarkan hujah berikut:
PERTAMA: Hujah naqli (nas)
- Hujah Al Quran
Dalam Al Quran ada dalil yang kuat sebagai bukti kewujudan ilmu ini.
Maksudnya: “Hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah nescaya Allah akan ajar kamu.” (Al Baqarah: 282)
Dalam ayat ini jelas Allah menyebutkan tentang orang-orang bertaqwa yang bersih dari sifat-sifat mazmumah, Allah akan beri ilmu secara wahbiah, tanpa usaha ikhtiar, tanpa belajar atau berguru.
- Hujah Hadis
Rasulullah SAW bersabda:
Maksudnya: “Barang siapa yang beramal dengan ilmu yang dia tahu, Allah akan pusakakan padanya ilmu yang dia tidak tahu.” (Dikeluarkan oleh Abu Nuaim)
Inilah buktinya. Artinya ilmu yang telah sedia ada itu akan bertambah bila diamalkan. Yakni ia akan dapat ilmu baru hasil dipraktekkan ilmu itu. Proses ini juga berlaku secara wahbiah. Inilah yang dikatakan ilmu laduni atau ilmu ilham yang mana Allah sampaikan melalui tiga cara:
Ilmu itu Allah jatuhkan langsung ke dalam hati.
Adakalanya Allah tayangkan ilmu itu yang boleh dilihat seolah-olah melihat layar TV. Sedangkan orang lain yang ada bersama-sama dengannya ketika itu tidak dapat melihatnya.
Atau mungkin mendengar suara yang membisikkan ke telinganya tetapi tidak nampak rupa makhluknya. Inilah yang dikatakan hatif. Mungkin suara ini suara malaikat, jin yang soleh atau wali-wali Allah.
KEDUA: Bukti Sejarah
Banyak kitab dahulu menceritakan bagaimana pengalaman salafussoleh, ulama-ulama besar dan pengarang-pengarang kitab sendiri yang mendapat ilmu-ilmu laduni ini. Ada kitab-kitab karangan ulama muktabar (ulama besar) yang menunjukkan pengarangnya mendapat ilmu laduni. Di antara ulama yang memperoleh ilmu laduni atau ilmu ilham ini di samping ilmu melalui usaha ikhtiar ialah imam-imam mazhab yang empat (Imam Malik, Imam Syafii, Imam Hambali, Imam Hanafi), ulama-ulama Hadis seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, ulama-ulama tasawuf seperti Imam Al Ghazali, Imam Nawawi, Imam Sayuti, Syeikh Abdul Kadir Jailani, Junaid Al Baghdadi, Hassan Al Basri, Yazid Bustami, Ibnu Arabi dan lain-lain lagi.
- Imam Al Ghazali
Umurnya pendek sahaja iaitu sekitar 54 tahun. Beliau mula mengarang segera setelah selesai bersuluk di kubah Masjid Umawi di Syam (Syria). Umurnya waktu itu sekitar 40 tahun. Artinya dalam hidupnya dia mengarang sekitar 14 tahun. Dalam waktu yang pendek ini dia sempat mengarang 300 buah kitab yang tebal-tebal, yang bermacam-macam jenis ilmu pengetahuan termasuklah kitab yang paling masyhur iaitu Ihya Ulumuddin, kitab tasawuf (dua jilid yang tebal-tebal) dan Al Mustasyfa (ilmu usul fiqh yang agak susah difahami).
coba anda fikirkan, mampukah manusia biasa seperti kita ini menulis sebanyak itu. Walau bagaimana genius sekalipun otak seseorang itu, tidak mungkin dalam masa 14 tahun dapat menghasilkan 300 buah kitab-kitab tebal, kalau bukan karena dia dibantu dengan ilmu laduni yakni ilmu tanpa berfikir, yang langsung jatuh ke hati dan langsung ditulis. Dalam pengalaman kita kalau ilmu hasil berfikir dan mengkaji, sepertimana profesor-profesor sekarang, dalam waktu empat tahun baru dapat membuat satu tesis di dalam sebuah buku. Kalau satu buku mengambil masa empat tahun, artinya kalau 14 tahun dapat tiga buah buku. Terlalu jauh bedanya dengan Imam Ghazali yang mencapai 300 buah buku itu.
- Imam Sayuti
Umurnya juga pendek, hanya 53 tahun. Beliau mulai mengarang sewaktu berumur 40 tahun dan dapat menghasilkan 600 buah kitab. Dalam masa hanya 13 tahun dapat menghasilkan sebegitu banyak kitab. Artinya dia dapat menyiapkan sebuah kitab setiap dua minggu. Kitabnya itu pula tebal-tebal dan tinggi pembahasannya dalam bermacam-macam jenis ilmu. Antara kitabnya yang terkenal Al Itqan fi Ulumil Quran, Al Hawi lil Fatawa (dua jilid), Al Jamius Soghir (mengandungi matan-matan Hadis), Al Ashbah wan Nadzoir, Tafsir Jalalain, Al Iklil dan lain-lain lagi.
Kalaulah beliau menulis atas dasar membaca atau berfikir semata-mata, tentulah tidak mungkin dalam masa 13 tahun dapat menulis 600 kitab atau tidak mungkin dalam masa hanya dua minggu dapat tulis sebuah kitab. Inilah ilmu laduni. Tidak heranlah hal ini dapat terjadi karena dalam kitab Al Tabaqatul Kubra karangan Imam Sya’rani ada menceritakan yang Imam Sayuti dapat yaqazah dengan Rasulullah sebanyak 75 kali dan dia sempat bertanya tentang ilmu dengan Rasulullah.
- Imam Nawawi
Beliau adalah antara ulama yang meninggal sewaktu berusia muda, iaitu 30 tahun. Beliau tidak sempat menikah tetapi banyak mewariskan kitab-kitab karangannya. Di antara yang terkenal ialah Al Majmuk yakni kitab fikih. Kalau ditimbang berat kitab itu lebih kurang 3 kilogram, yakni kitab fikih yang sangat tebal. Selain itu termasuklah kitab Riadhus Solihin, Al Azkar dan lain-lain lagi.
Untuk mengarang kitab Al Majmuk saja kalau ikut kaedah biasa yakni atas dasar kekuatan otak, tidak mungkin dapat disiapkan dalam masa dua atau tiga tahun. Mungkin memakan waktu 10 tahun. Ini berarti dia mulai mengarang ketika berumur 20 tahun. Biasanya di umur ini orang masih belajar. Tetapi di usia semuda itu Imam Nawawi mampu mengarang bukan saja Al Majmuk, tetapi turut mengarang kitab-kitab besar yang lain. Ini luar biasa! Biasanya orang jadi pengarang kitab di penghujung usianya. Ini membuktikan selain dari cara belajar, ada ilmu yang Allah pusakakan tanpa belajar, tanpa usaha ikhtiar dan tanpa berguru. Itulah dia ilmu laduni atau ilmu ilham. Sesudah kita mengkaji kemampuan ulama-ulama dahulu, kita lihat pula ulama-ulama sekarang ini dan coba kita bandingkan. Berapa banyakkah buku-buku atau kitab yang telah ditulis oleh mereka sekalipun setelah mereka ada PhD? Oleh karena itu, jika ulama-ulama dulu mampu menulis kitab-kitab yang banyak dan tebal-tebal dalam masa yang singkat tentulah hal ini adalah bantuan Allah yang luar biasa melalui ilmu laduni atau ilmu ilham yang bersifat wahbi di samping ilmu kasbinya.
Jelaslah sekarang ini sudah tidak ada lagi ulama yang dapat ilmu laduni. Ini karena kita semua sudah bersalut dengan cinta dunia dan berkarat dengan mazmumah. Lihatlah zaman sekarang ini, susah untuk kita dapati ulama yang mengarang buku atau kitab. Mereka tidak mampu mengarang karena kekeringan minda (buah fikiran), sibuk dengan dunia, di samping perlu menggunakan otak, berfikir, membaca, banyak mentelaah dan mesti banyak referensi yang tentunya memakan waktu yang lama. Ini semua membosankan dan meletihkan, banyak ambil waktu serta tidak cukup waktu. Mereka tidak dapat pula ilmu melalui saluran ilham. Maka inilah rahasia kenapa ulama sekarang tidak menulis atau kurang menulis.
- FIRASAT
Firasat ialah perasaan atau gerakan hati yang benar atau tepat karena mendapat pimpinan dari Allah. Sabda Rasulullah SAW:
Maksudnya: “Takutlah olehmu firasat orang mukmin karena ia memandang dengan cahaya Allah.” (Riwayat At Tarmizi)
Jika hati kotor, syaitanlah yang mengisinya yakni dengan was-was, jahat sangka, keraguan dan lain-lain lagi.
2. KASYAF
Apa itu kasyaf? Kasyaf artinya ‘singkap’ yakni tabir-tabir yang jadi penghalang atau yang jadi hijab pada mata batin untuk melihat alam ghaib atau rohaniah itu, Allah singkapkan. Allah buka dan perlihatkan. Tabir-tabir penghalang itu adalah sifat-sifat mazmumah. Apabila tabir-tabir mazmumah itu sudah terangkat, maka hatinya jadi awas dan terang-benderang, putih bersih. Sehingga mata hati mampu melihat makhluk-makhluk Allah yang pelik-pelik di alam yang bukan alam benda atau material itu seperti melihat alam jin, alam malakut dan alam Barzakh. Juga dapat melihat sifat batin manusia yakni kalau seseorang itu berperangai seperti kuda, maka dilihatnya rupa orang itu seperti kuda. Kalau berperangai anjing, orang itu berupa anjing. Allah perlihatkan hakikat orang itu.