RAJA BERSAMA TUKANG SAYUR, PETANI SINGKONG DAN PENJAHIT

   SAYUR               Dikisahkan ada seorang raja sedang mempersilahkan seluruh rakyatnya berkunjung ke kerajaan untuk yang ingin bertemu dengannya. Diantara sekian banyak rakyatnya, adalah seorang tukang sayur yang datang menemui rajanya dengan  membawa seikat kangkung dan seorang petani yang membawa singkong hasil panennya untuk dihadiahkan kepada sang raja. Itu yang terbaik yang mereka miliki. Dan setelah disambut oleh Sang Raja, petani dan tukang sayur itu diberi pakaian istana yang sangat bagus, yang tidak dipakai oleh rakyat jelata. Subhanallah..

Disudut bumi lain dikisahkan seorang penjahit yang membuat baju lalu menjualnya ke pasar. Jahitan  dan bahan terbaik dia pilih untuk membuat baju itu berharap ada seorang yang membeli dengan harga yang tinggi. Tetapi yang terjadi ketika dia sampai di pasar dan menawarkan hasil jahitannya, seorang pembeli hanya menawar bajunya dengan harga 2 dirham. Penjahit itu akhirnya keluar dari kerumunan pasar, duduk dipinggir jalan sambil memegang baju hasil jahitan terbaiknya dan menangis sejadi-jadinya…Masyaallah, apa yang terjadi?

Dua kisah diatas menyiratkan nasehat untuk kita. Tukang sayur dan petani singkong yang menghadiahkan kepada Sang Raja alakadarnya apa yang dimiliki lalu dibalas dengan pakaian yang indah. Itulah gambaran diri kita yang senantiasa bersujud, beribadah alakadarnya kepada Allah, belum lagi jika kita merasa itu adalah ibadah yang terbaik dari kita, tetapi Allah senantiasa melimpahkan nikmat dan karunia berlipat-lipat kepada kita. Dua rakaat dipenghujung malam kita Allah SWT janjikan Maqomam Mahmuda. Jikapun seluas lautan dosa kita, maka Ampunan Allah jauh lebih luas dari itu semua. Apa yang kita banggakan dihadapan Allah SWT, kawan?

Keangkuhan kita yang merasa telah memberikan yang terbaik seperti penjahit diatas, ternyata harganya hanya dua dirham. Bisa jadi sebanyak-banyak ibadah yang kita lakukan, sesungguhnya murah harganya dihadapan Allah. Itulah mengapa penjahit menangis sejadi-jadinya, bukan karena kecewa jahitannya dihargai murah, tetapi saat itu dia sadar bahwa bisa jadi ibadah-ibadahnya kepada Allah, yang menurutnya adalah yang terbaik tapi ternyata tiada artinya.

Keihklasan dalam ibadah itu bening laksana tetes embun pagi, namun terkadang ibadah kita sia-sia tanpa arti karena kesombongan, Riya’ dan teman-temannya bersemayam dalam diri kita.