PENJELASAN RINGKAS MASALAH IBADAH DAN AHLI BID’AH
Ringkasan tentang Ibadah dan Ahli bid’ah
Firman Allah ta’ala yang artinya “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS Adz Dzaariyaat 51 : 56)
“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai kematian menjemputmu” (QS al Hijr [15] : 99)
Ibadah berasal dari bahasa Arab abada, ya’budu artinya menyembah, menghamba, mengabdi, tunduk.
Tauhid adalah kita ridho sebagai hamba Allah dan mengakui ke Maha Kuasa an Allah Azza wa Jalla dengan beribadah kepada Allah yakni menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Perbuatan menyekutukan Allah adalah mereka yang tidak mengakui ke -Maha Kuasa – an Allah Azza wa Jalla sehingga tidak beribadah kepada Allah atau tidak menjalankan perintahNya dan tidak menjauhi laranganNya
Ibadah terbagi dua macam yakni perkara syariat dan amal kebaikan
Perkara syariat adalah segala perkara yang telah disyariatkanNya atau diwajibkanNya, wajib dijalankan dan wajib dijauhi meliputi menjalankan perkara kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa, menjauhi apa yang telah dilarangNya dan diharamkanNya yang jika dilanggar atau dikerjakan berdosa.
Perkara syariat adalah sarana pembuktian cinta kepada Allah dan RasulNya
Amal kebaikan adalah segala amal kebaikan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan segala perkara di luar perkara syariat yang tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Amal kebaikan adalah sarana untuk meraih cintaNya dan cinta RasulNya
Dalam sebuah hadit qudsi, Rasulullah bersabda “Allah berfirman, hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (perkara syariat), jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amal kebaikan maka Aku mencintai dia” (HR Bukhari 6021)
Ahli bid’ah adalah mereka yang melarang sesuatu yang tidak dilarangNya, mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkanNya, mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkanNya atau mereka yang mencontohkan sesuatu di luar perkara syariat yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
Dalam melarang, mengharamkan, mewajibkan sesuatu digunakanlah metodologi istinbat (menetapkan hukum perkara) namun dilakukan bagi mereka yang mempunyai kompetensi sebagai Imam Mujtahid.
Ahli bid’ah adalah mereka yang menganggap Allah Azza wa Jalla telah lupa
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Ahli bid’ah adalah mereka yang menyekutukan Allah sehingga Allah ta’ala menutup taubat mereka sampai mereka meninggalkan bid’ahnya.
Dari Anas r.a. berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda : “Sesungguhnya Allah menutup taubat dari tiap-tiap orang dari ahli bid’ah sehingga ia meninggalkan bid’ahnya.” (H. R. Thabrani)
Ahli bid’ah adalah mereka yang menyekutukan Allah oleh karenanya mereka akan bertempat di neraka
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, “Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui.” (QS al-A’raf: 32-33)
Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: “Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya.” (Riwayat Muslim)
Allah Azza wa Jalla berfirman, “Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah“. (QS at-Taubah [9]:31 )
Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, “apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah?” Nabi menjawab, “tidak”, “Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya“
Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda ”mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung” [QS. An-Nahl : 116]