MASALAH PENCURI YANG DI MASA SEHINGGA MATI
PERTANYAAN :
Assalamu alaikum.
Ada pencuri yang tertangkap dan ahirnya di hajar massa (segerombolan orang / masyarakat). Massa berniat supaya tidak mencuri lagi namun ahirnya pencuri mati. Apakah massa dosanya seperti orang yang membunuh..?
JAWABAN :
Wa’alaikumussalaam.
Ketika sekelompok orang bersekutu/bersama dalam pembunuhan 1 orang . . Maka kesemuanya di bunuh ( di qishosh ) sebab pembunuhan itu . dengan syarat perbuatan masing-masing orang dari kelompok itu jika dilakukan oleh 1 orang maka dapat menyebabkan pembunuhan. hal ini berdasar keumuman firman Allah Ta’ala :
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ ۖ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا
Surat al-isra’ ayat 33
” ……. barang siapa yang dibunuh secara dholim . . maka kami memberikan kuasa pada walinya (ahli warisnya). ……… ” [ yakni hukum qishosh ].
Sayyidina Umar bin al-Khoththob Rodliyallohu ‘anhu membunuh (menghukum qishosh) 7 atau 5 orang penduduk shon’a’ (sana’a), yaman. sebab melakukan pembunuhan pada satu orang.
dan dia berkata : jika penduduk sana’a berturut-turut melakukan pembunuhan pada satu orang . . maka aku akan membunuh mereka semua sebab hal itu.
Dan Sayyidina ali Rodliyallohu ‘anhu membunuh 3 orang sebab pembunuhan satu orang.
Al-Mughiroh membunuh 7 orang sebab pembunuhan pada 1 orang.
Abdullah bin Abbas Rodliyallohu anhuma berkata :
Jika ada sekelompok orang membunuh 1 orang . . Maka mereka dibunuh (diqishosh sebab hal itu) meskipun mereka berjumlah 100 orang.
Dan tidak ada satupun yang mengingkari pada (keputusan) para sahabat itu, dan hal ini menjadi ijma’.
Sehingga dalam kasus di atas menurut hukum islam, semua orang yang menghajar mendapat hukuman pembunuhan. Karena termasuk beramai-ramai melakukan pembunuhan yang tidak hak, sebab “pencuri” aturannya “dipotong tangannya” bukan dibunuh.
Kitab Kifayatul Akhyar (1/457) :
(وَتقتل الْجَمَاعَة بِالْوَاحِدِ)
إِذا اشْترك جمَاعَة فِي قتل وَاحِد قتلوا بِهِ بِشَرْط أَن يكون فعل كل وَاحِد لَو انْفَرد لقتل لعُمُوم قَوْله تَعَالَى {وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُوماً فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَاناً} يَعْنِي الْقصاص وَقتل عمر رَضِي الله عَنهُ سَبْعَة أَو خَمْسَة من أهل صنعاء الْيمن بِوَاحِد وَقَالَ لَو توالى عَلَيْهِ أهل صنعاء لقتلتهم بِهِ وَقتل عَليّ رَضِي الله عَنهُ ثَلَاثَة بِوَاحِد وَقتل الْمُغيرَة سَبْعَة بِوَاحِد وَقَالَ ابْن عَبَّاس رَضِي الله عَنْهُمَا إِذا قتل جمَاعَة وَاحِدًا قتلوا بِهِ وَلَو كَانُوا مائَة وَلم يُنكر عَلَيْهِم أحد فَكَانَ ذَلِك اجماعاً
Perlu diingat bahwa Pembunuhan itu ada 3 macam :
– Sengaja : Alat dan niat memang untuk membunuh
– Semi sengaja : Alatnya memang biasa digunakan membunuh, tapi tidak niat membunuh
– Tidak sengaja : Alat tidak untuk membunuh, dan tak ada niat untuk membunuh.
Sedangkan menghajar pencurinya pakai apa? Kalau memakai kayu maka masuk syibhul amdi, kalau cuma ikutan men jotos mungkin masih tidak sengaja.
Tapi kembali ke ta’bir di atas. Kita tidak boleh main hakim sendiri terhadap segala tindak pidana. Bahkan andai dalam negara islam pun. Karena itu domain pemerintah. Jadi tetap dihitung pembunuhan dan dosa. Cuma mungkin kategorinya bukan yang sengaja. Tapi semi atau bahkan tidak sengaja/ khotho. Agar tidak ada tanggungan akhirat pelakunya perlu taubat dan bayar kifarat: Memerdekakan budak, puasa.
(وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا ۚ فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا)
[Surat An-Nisa : 92]
Itu di ujung ayat فمن لم يجد diterangkan kalau tidak mampu maka puasa 2 bulan. Seingatku dilanjutkan kalau tidak mampu puasa maka memberi makan orang miskin sebagai توبة من الله
Pada dasarnya pembunuh harus bayar diyat kepada ahli waris. Dan kafarat sebagai penebus dosa kepada Alloh karena membunuh, memang dosa terkait hak adam dan hak kepada Alloh. Yang saya utarakan memerdekakan budak, puasa, atau memberi makan orang miskin itu kita bayar haqqullohnya. Hak anak adamnya belum. Tapi ya berat sekali kalau bayar 100 onta. Shodaqoh ke ahli waris yang dibunuh saja seikhlasnya. Tapi haqqullohnya tetap dibayar. Ini dalam tataran ideal. Dalam kondisi indonesia yang seperti ini tentu yang mana yang bisa dilakukan ya diusahakan lakukan.
Dengan asumsi juga yang “dibunuh” penjahat. Dan juga tidak ada proses pengadilan yang menetapkan hal tersebut. Akan terlalu TEORITIS diyat tersebut. Karena hukum kita sendiri juga bukan jinayat islam. Yang pasti dan bisa dilaksanakan individu saya pikir baru tahapan taubat kepda Alloh denga bayar kafarat puasa atau memberi makan orang miskin.
Bayar kafarat memerdekakan budak dst itu adalah upaya kita untuk menunjukkan bahwa kita taubat kpd Alloh. Namanya org taubat untuk mengampuni dosanya atau tdk ya terserah Allah. Yang jelas itu usaha yang diajarkan dalam al Qur’an untuk melebur dosa kita karena melakukan pembunuhan.
Mencuri atau membunuh supaya kena qishosh (pencuri dipotong tangan, membunuh dibunuh atau bayar diyat) itu sesudah ditetapkan pengadilan. Melalui proses hukum islam. Bukan hak individu untuk menegakkannya. Institusi kehakiman dan pemerintahlah yang menegakkan. Dan kita ketahui bersama bahwa itu tidak diterapkan di Indonesia. Maka yang kita sampaikan kafarat itu adalah hal yang bisa kita lakukan sebagai seorang individu yang merasa bersalah untuk taubat secara pribadi kepada Alloh. Dalam kasus kita melakukan pembunuhan ya cara taubatnya dengan puasa itu.
Wallahu a’lam.