KISAH KYAI FACEBOOK

Kisah Kyai Facebook

FACEBOOK

B i s m i l l a h …

             Tidak seperti biasanya. Hari itu aku menyempatkan waktu untuk datang berkunjung ke rumah seorang kyai. Di samping silaturrahim karena lama tak berjumpa, aku pun berniat untuk numpang istirahat sekedar menghilangkan lelah karena telah melakukan perjalanan yang cukup lumayan jauh.

Saat aku sampai di depan pintu rumahnya, seperti umumnya para tetamu.

Akupun mengucapkan salam;

Assalamu alaikuuuum…..

!!!!

Tidak berapa lama, keras kudengar jawaban salamku dari dalam

“Waalaikum salaaam.. monggo le.. monggoo melebu Hooo..!!”

Begitu keras kudengar jawaban salam dari dalam.

Dengan penuh santun, aku langkahkan kakiku menujunya.

“Hehehehehe”. Kyai tengah tersenyum-senyum sendirian, dengan penuh riang di hadapan layar monitor sambil terus memainkan mousenya

“Hahahahaha”. Sambil terus tertawa, tangannya menari begitu cekatan, menekan huruf demi huruf, angka, tanda baca, dan entah apalagi. Sesekali tangannya menggaruk-garuk kepala sambil terkekeh-kekeh kegirangan.

“ Kyai..”! lirih aku memanggilnya.

“ Sebentar le.. sebentar le….aku masih bahtsul masail ! ; jawabnya dengan nada tinggi.

“ Oohh..maaf Kyai ”; Jawabku spontan dengan lirih.

“Sebentar yo le ”; Jawabnya datar.

“Na’am Kyai”; timpalku.

“Aku lagi coment le. Sekalian ganti status hubungan. Marem

tenaaan….. emoticonnya lucu-lucu le. Lebay & alay kabeh cah-cah iki

”. Ucapnya lagi.

Mendengar itu, Aku sempat tersentak kaget. Ku coba mencuri pandang kelayar monitor.

“HAH. FACEBOOK?!

Seperti baru tersadar, bahwa ia telah keceplosan bicara. Kyai pun melihatku dengan penuh kaget.

“ Rohman tokh ? Hadooh.!! Sepurone man. Sepurone.. monggo-monggo… silahkan.! Ucapnya.

”Bu.. bu.. buatkan kopi ! Ene rohman teko bu.!!!” Sambil teriak kyai mengambil bajunya.

“ Gak apa-apa kyai, teruskan saja bahtsul-masailnya ” . kataku.

” Pun. Sampun ko man !! jawabane Mauquf ”. Sambutnya.

“wah . Maaf kyai, jadi ganggu nih ?” ucapku.

”Mboten-mboten.

wis suwe gak petuk. Yo piye awakmu man. Sehat

to man ?” tanyanya.

“Alhamdulillah Kyai”. Jawabku..

Tak lama kemudian empat cangkir Kopi pun datang. Kami pun berbincang-bincang dengan panjang lebar. Sambil sesekali menikmati hidangan kue-kue pasar dan buah di wadah parcel..

Singkat cerita; setelah aku anggap cukup. Aku pun mohon pamit.

“ Kyai, ana mohon pamit. Mohon doanya agar selamet dalam perjalanan.

Terima kasih atas jamuannya. Sekali lagi, ana mohon maaf kalau ana dah ganggu kesibukan kyai”. Kataku.

“Ya. Ya. Mboten nopo-nopo ko man. Malah aku seneng eh..!!! sing

ngati-ngati ning dalan yo!!! Selamet selamet selamet..Aamiin

Aamiin

Aamiin”. Jawabnya tangkas.

Kyai pun bangkit dan kami berpelukan, bersalam-salama

n. aku

berlalu menuju pintu utama rumahnya yang memang cukup besar.

Tak seperti biasanya. Kyai menahan lajunya persis di meja kerjanya.

Ia pun memutar-mutar most computernya.

Rupanya Facebooknya belum di“ sign out ”.

Sambil berdiri kyai membaca tulisan pada monitornya dengan

tersenyum-senyu

m. Seperti lupa bahwa aku masih ada di depan

pintu utamanya. Aku pun tak mau mengganggunya.

“Kyai, Bil Qulub yo.. Ilalliqo”. Kata ku.

“Monggo monggo man”. Sambil terus memainkan mostnya tanpa

menoleh.

”Bahtsul-masail

lagi Kyai.?” Candaku.

” Inggih rohman. Baru dapat ta’bir, barusan ”. Jawabnya sambil

terkekeh.

Aku melenggang menuju motorku. Sepanjang jalan aku berpikir

sambil terus menyenyumi ulah Kyai.

“Luar biasa”. Gumamku.

“Ternyata sihir Facebook mampu membuat Kyai lupa pada

keluwesan dan

kebiasaan lawasnya, keistiqomahanny

a, bahkan santri lamanya

ya..?????

Dalam hati aku terus berkata;

Apakah facebook telah mampu menggeser posisi keyakinan?

Apakah konsentrasi penuh dalam membaca Qur’an, Hadits dan

Kitab-kitab itu telah di alokasikan kepada layar monitor yang berisi

gambar, foto gadis, emoticon dan coment-coment?

Sehingga separuh atau sepertiga waktu dan perhatiannya hanya

dipakai untuk cengangas-cenge

nges di depan layar monitor?

Apakah buah tasbih telah tergantikan dengan angka dan hurup pada

keyboard tekhnologi anak zaman?

Apakah Facebook lebih pantas dia perhatikan dibandingkan santri

yang notebene-nya adalah titipan Allah dan masyarakatnya?

Sejuta tanya timbul tenggelam dalam hatiku. Dan selanjutnya aku

hanya terdiam dalam tanya. Kini, Aku hanya mampu berdoa.

“Semoga Facebook pun dapat menjadi ladang subur buat memupuk

bekal hidup sesudah mati”. Aamiin..!!!!