MENGGUNAKAN HARTA WAKAF UNTUK KEPENTINGAN LAIN

  WK            Sering terjadi di masjid-masjid pelosok desa menggunakan barang-barang wakaf milik masjid, seperti speaker (pengeras suara) untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan keperluan/kegiatan masjid. Misalnya, pengumuman ada orang meninggal di kampung itu, atau mengaji di masjid tersebut dengan menggunakan pengeras suara dan itu bukan kegiatan masjid.

  1. Bagaimana hukum menggunakan barang-barang wakaf (speaker) tersebut?
  2. Apakah memperoleh pahala orang yang mengaji di masjid dengan menggunakan speaker milik masjid?

Jawab:

  1. Jika penggunaan barang-barang yang telah diwakafkan ke masjid tersebut tidak sesuai dengan niat orang yang mewakafkannya, maka hukumnya tidak boleh; dan jika sesuai dengan niat orang yang mewakafkannya, maka hukumnya boleh.

Dasar Pengambilan:

Kitab Bughyatul Mustarsyidin halaman 66:

(فَائِدَةٌ) وَلاَ يَجُوْزُ لِلْقَيِّمِ بَيْعُ الْفَاضِلِ مِمَّا يُؤْتَى بِهِ لِنَحْوِ الْمَسْجِدِ مِنْ غَيْرِ لَفْظٍ وَلاَ صَرْفُهُ فِي نَوْعٍ آخَرَ مِنْ عِمَارَةٍ وَنَحْوِهَا وَإِنِ احْتِيْجَ إِلَيْهِ مَا لَمْ يَقْتَضِ لَفْظُ الآتِيْ بِهِ أَوْ تَدُلَّ قَرِيْنَةٌ عَلَيْهِ لأَنَّ صَرْفَهُ فِيْمَا جُعِلَ لَهُ مُمْكِنٌ وَإِنْ طَالَ الْوَقْتُ .

Tidak boleh bagi pengurus untuk menjual apa yang lebih dari apa yang diberikan kepada seumpama masjid yang tidak sesuai dengan ucapan dari orang yang memberinya; dan tidak boleh pula mempergunakannya untuk kepentingan yang lain seperti untuk memakmurkan masjid dan lainnya meskipun diperlukan selama tidak sesuai dengan ucapan orang yang memberi wakaf tersebut atau selama tidak ada qarinah atau hubungan yang menunjukkannya; karena mempergunakan benda wakaf dalam hal yang telah ditentukan adalah mungkin, meskipun waktunya panjang.

  1. Jika pengajian tersebut diperlukan untuk dikeraskan karena akan didengarkan oleh orang banyak, maka mempergunakan pengeras suara tersebut adalah sunnat, sehingga orang yang mewakafkan pengeras suara tersebut mendapat pahala dan orang yang mengaji dengan mempergunakan pengeras suara tersebut juga mendapat pahala. Sebaliknya, jika mengeraskan pengajian itu menimbulkan fitnah, seperti mengaji Al Qur’an pada malam Ramadlan setelah jam 22.00 WIB (saat masjid sudah akan tidur) atau bacaannya banyak yang salah sehingga membuat tidak enak bagi orang alim yang mendengarkannya, maka mempergunakan pengeras suara dalam hal ini adalah haram hukumnya.

Dasar Pengambilan:

Kitab Risalatu Taudlihil Maksud halaman 16:

وَالْحَاصِلُ مِنْ جَمِيْعِ مَا ذَكَرْنَاهُ وَنَقَلْنَاهُ فِيْ هذَهَ الْوَرِيْقَاتِ أَنَّ اسْتِعْمَالَ مُكَبِّرَاتِ الصَّوْتِ فِي الآذَانِ وَغَيْرِهِ مِمَّا يُطْلَبُ فِيْهِ الْجَهْرُ أَمْرٌ مَحْمُوْدٌ شَرْعًا وَهذَا هُوَ الْحَقُّ وَالصَّوَابُ .

Hasil dari semua hal yang telah kami sebutkan dan kami kutipkan dalam lembaran-lembaran ini adalah bahwa mempergunakan pengeras suara dalam adzan dan lainnya dari hal-hal yang dituntut untuk dikeraskan adalah perkara yang dipuji dalam syara’. Dan ini adalah yang hak dan yang benar.