TENTANG ADZAN SHUBUH DAN KALIMAH TOYYIBAH UNTUK JENAZAH
Sudah menjadi kebiasaan di daerah kami, bila memandikan janazah sambil membaca kalimat thayyibah ‘Laa ilaha Illallah’ atau membaca ‘Shollallahu ala Muhammad’. Dan yang memandikan selalu wanita yang terkadang bukan mahramnya. Sedang ketika di liang kubur diadzani dengan adzan subuh—ada lafadz ‘Assolatu Khairun minannaum’.
Pertanyaan
- Bolehkah kalimat thayyibah itu dibacakan ketika sedang memandikan janazah?
- Bolehkah wanita memandikan janazah laki-laki?
- Apakah dasarnya menggunakan Adzan Subuh untuk keperluan di atas?
Jawaban
- Boleh dan bahkan disunnahkan.
Dasar Pengambilan:
الا ذكار ص 154
يُسْتَحَبُّ الإِكْثَارُ مِنْ ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى، وَالدُّعَاءِ لِلْمَيِّتِ فِي حَالِ غُسْلِهِ وَتَكْفِيْنِهِ.
“Disunnahkan memperbanyak dzikir pada Allah dan berdoa untuk mayit ketika memandikannya dan mengkafaninya”.
- Wanita yang bukan mahram tidak diperkenankan memandikan dan bila tidak ada orang lain selain wanita yang bukan mahram maka jenazah tidak dimandikan tetapi di-tayammumi karena tidak adanya orang yang memandikan ini dianalogkan dengan tidak adanya air.
Dasar Pengambilan
رحمة الأمة ص 67
وَلَو مَاتَتْ اِمْرَأَةٌ وَلَيْسَ هُنَاكَ إِلاَّ رَجُلٌ أَجْنَبِيٌ أَوَ مَاتَ رَجُلٌ وَلَيْسَ هُنَاكَ إِلاَّ امْرَأَةٌ أَجْنَبِيَةٌ فَمَذْهَبُ أَبِى حَنِيفَةَ وَ مَالِكٍ – وَالأَصَحُّ مِنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِى – أَنَّهُمَا يُـَيمَّمَانِ.
“Kalau seorang perempuan wafat dan di sana tidak ada orang kecuali laki-laki yang bukan mahram atau seorang laki-laki yang wafat dan disana tidak ada orang kecuali perempuan yang bukan mahram maka dalam madzhab Abu Hanifah, Malik dan pendapat yang paling kuat dari madzhab As-Syafi’i, bahwa kedua mayat tersebut ditayammumi”.
قُلْيُوبِى وَعَمِيْرَة جز 1 ص 326
(يُمِّمَ فِى الأصَحِ) اِلْحَاقًا لِفَقْدِ الغَاسِلِ بِفَقْدِ المَاء
“(Ditayammumi menurut pendapat yang paling kuat) karena ketiadaan orang yang memandikan disamakan dengan ketiadaan air”.
- Mengumandangkan adzan ketika jenazah dikuburkan terdapat dua pendapat, yang pertama tidak mensunnahkan adzan ketika jenazah dikuburkan, pendapat yang kedua mensunahkan. Namun, ketika jenazah dikuburkan itu bersamaan dengan adzan yang dikumandangkan, maka jenazah diringankan dari pertanyaan di alam kubur. Mengenai apa yang dikumandangkan itu adzan subuh atau bukan, hal itu tidak masalah karena setiap hal yang baik yang tidak bertentangan dengan Quran dan Sunnah itu termasuk bid’ah hasanah.
إِعَانَةُ الطَّالِبِيْن جُزْ 1ص 230
وَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ يُسَنُّ الأَذَان عِنْدَ دُخُولِ القَبْرِ، خِلاَفًا لِمَنْ قَالَ بِنِسْبَتِهِ قِيَاسًا لِخُرُوجِهِ مِنَ الدُنْيَا عَلَى دُخُولِهِ فِيْهَا. قَالَ إبنُ حَجَرٍ: وَرَدَدْتُهُ فِى شَرْحِ العُبَابِ، لَكِنْ إِذَا وَافَقَ إِنْزَالُهُ القَبْرَ أَذَانٌ خَفَّفَ عَنْهُ فِى السُّؤَالِ.
“Ketahuilah bahwasanya adzan tidak disunahkan ketika masuk kubur, berbeda dengan orang yang menisbatkan adzan karena menganalogkan meninggal dunia dengan lahir ke dunia. Ibn Hajar berpendapat: “Saya menolak pendapat ini dalam kitab Syarah ‘Ubab. Tetapi ketika jenazah diturunkan ke dalam kubur bersamaan dengan dikumandangkannya adzan maka jenazah tersebut diringankan dari pertanyaan kubur”.
إِعَانَةُ الطَّالِبِيْن جُزْ 1ص271
قَالَ الشَّافِعِى رَضِى اللهُ عَنْهُ مَا أَحْدَثَ وَخَالَفَ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعًا أَو أَثَرًا فَهُوَ البِدْعَةُ الضَّالَةُ وَمَا أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخَالِفْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُودَةُ
Imam Syafi’i berpendapat: “Perbuatan yang baru dan bertentangan dengan Quran, Sunnah, atau Atsar Shahabat, maka perbuatan tersebut adalah bid’ah yang sesat. Dan perbuatan yang baru yang tidak bertentangan dengan hal diatas, maka perbuatan itu adalah bid’ah yang dipuji.