ZAKAT PROFESI

Zakat profesi tidak diakui dalam Jumhur Ahlussunnah waljamaah, yang ada adalah zakat harta jika disimpan tanpa dipakai apa – apa, ada pendapat dhoif di mazhab hanafi untuk boleh dilakukan setiap bulan, namun Jumhur (pendapat terbanyak dan terkuat) seluruh mazhab berpendapat bahwa zakat harta adalah setahun sekali jika melebihi nishab dan haul. Nishab : Batas jumlah / nilai yang ditentukan syariah haul : sempurna 1 tahun Jadi anda bekerja dan mendapat gaji itu tak ada zakatnya, boleh anda bersedekah saja. Perhitungan zakat harta adalah jika anda menyimpan uang, atau emas anda baru kena zakat jika menyimpan uang itu sampai setahun, dan jumlah yang anda simpan telah melebih nishab selama setahun Zakat maal / harta dikeluarkan setahun sekali, terhitung hari sejak uang kita melebihi Nishob, dan Nishob zakat maal adalah seharga emas 84 gram, maka bila uang simpanan kita terus meningkat, misalnya mulai 4 Oktober 2006 uang simpanan kita mulai melebihi harga emas 84 gram, maka sejak tanggal 4 oktober itu terhitunglah kita sebagai calon wajib zakat, namun belum wajib mengeluarkan zakat karena menunggu syarat satu lagi, yaitu haul (sempurna satu tahun)

Nah.. bila uang kita terus dalam keadaan diatas Nishob sampai 3 Oktober 2007 maka wajiblah kita mengeluarkan zakatnya sebesar jumlah seluruh uang kita yang ada pada tanggal 3 Oktober sebesar 2,5%. (bukan uang kita yang pada 4 Oktober 2006, atau uang kita bertambah menjadi 100 juta misalnya, lalu naik dan turun, maka tetap perhitungan zakat adalah saat hari terakhir ketika genap 1 tahun dikeluarkan 2,5% darinya). Bila uang kita setelah melebihi batas nishob, lalu uang kita berkurang misalnya pada Januari 2007 uang kita turun dibawah harga emas 84 gram, maka sirnalah wajib zakat kita, kita tidak wajib berzakat kecuali bila uang kita mulai melebihi nishab lagi, saat itu mulai laih terhitung calon wajib zakat dengan hitungan mulai hari tersebut, dan itupun bila mencapai 1 tahun penuh tidak ada pengurangan dari batas nishob.

Ucapan mereka tentang zakat profesi itu tentunya berdasarkan logika, sedangkan agama ini tidak bisa dengan logika saja, mesti dengan dalil Nash, boleh disertai logika. Masalahnya begini, “Zakat” itu hukumnya fardhu ‘ain, tak mengeluarkannya maka dosa dan haram,. masalahnya adalah orang yang tak mengeluarkan zakat maka halal dibunuh dan hartanya halal dirampas. Lalu maksud mereka ini ingin menambahkan hukum fardhu?, jadi mereka yang tak mengeluarkan zakat profesi maka halal darahnya, sebagaimana Khalifah Abubakar Assbhiddiq ra memerangi orang – orang yang menolak berzakat. Kita terima kalau yang dimaksud adalah sedekah profesi, atau infak profesi, tapi jangan bicara zakat, karena zakat adalah fardhu, hal yang fardhu adalah berlandaskan Nash Sharih dari Alqur’an dan Hadits, sama saja jika anda menambah satu lagi shalat fardhu menjadi 6 waktu, dengan alasan orang masa kini lebih banyak dosa, maka perlu lebih banyak sholat.

Mengenai perhitungan Haul, adalah berdasarkan bulan hijriyah, maka perhitungannya adalah 360 hari, jika sempurna 360 hari harta melebihi nishab maka dikeluarkan zakatnya. Tentunya hujjah ini tak bisa diterima karena bertentangan dengan Jumhur seluruh Madzhab,Wallahu a’lam

JAWABAN ATAS DALIL MEREKA YANG BERSIKERAS MENGENAI ZAKAT PROFESI
Mereka mengatakan hadist ketentuan setahun yang dari Ibn Umar ra yang diriwayatkan oleh Imam Daruqutni dan Imam Baihaqi dhaif, karena didalamnya terdapat Ismail bin Iyasy yang lemah. Juga hadist yang dari Ummulmukminin Aisyah ra yang diriwayatkan oleh Imam ibn majah, Imam Darqutni, Imam Baihaqi, mereka katakan dhaif karena adanya Haritsah bin Abu Rijal yg lemah. Tapi mereka tidak melihat kitab Al Muwatta’ Imam Malik yang meriwayatkan hadist yang sama Dari Imam Malik, dari Nafi, sungguh Abdullah bin Umar ra berkata : Tiada wajib pada harta itu zakat kecuali telah mencapai haul (Al Muwatta’ Imam Malik bab Zakat fil ain minaddzahab wal wariq) Berkata Imam Bukhari : Sanad yang paling shahih adalah Imam Malik dari Nafi dari Abdullah bin Umar ra, dan Imam Bukhari menamakannya Silsilah Emas (Tadriduburrawi fi taqrib linnawawi oleh Imam Assuyuthiy).

Juga diriwayatkan oleh Imam Malik pada Al Muwatta’ bab zakat fil ain min addzahab wa wariq Dari Malik, dari Muhammad bin Uqbah Maula Zubair, bahwa ia bertanya pada Qasim bin Muhammad tentang Mukatab (budak yang sedang menebus dirinya), maka berkata Qasim bahwa Abubakar Shiddiq ra tak pernah mengambil zakat dari harta hingga mencapai haul” Mereka mengatakan pula bahwa di kitab Al Muwatta’ bahwa Mu’awiyah adalah orang yang pertama kali mengenakan zakat dari pemberian, memang benar hadist Mu’awiyah ada di kitab Almuwatta’ tapi mereka tidak tahu maksud perkataan Mu’awiyah tsb. Dijelaskan pada kitab Al Iddikar Syarah Muwatta oleh Imam Ibn Abdil Barr pada Bab Zakat tentang hadits Mu’awiyah bahwa Mu’awiyah mengeluarkan zakat dari atho’(gaji) yang dia terima untuk dirinya sendiri, dan tidak mengambil zakat dari atho’ yang diberikan kepada orang lain karena terhalang atasnya haul, perbuatan Mua’wiyah tersebut yang langsung mengeluarkan zakat pada waktu menerima gaji karena kewara’annya, Dan tidak mengambil dari orang lain karena dia tahu harus mencapai haul dulu baru mengeluarkan Zakat.

Berkata Imam Ahmad bin Hanbal : Tiada zakat pada harta Almustafad sampai mencapai haul, dan harta Almustafad adalah minal atho,. Yaitu gaji bulanan, atau hibah (pemberian) atau lainnya. (Al istidkar Li al hafid ibn abdul bar bab zakat fil ain min addzahab wa wiriq) Mereka juga mengatakan bahwa abu ubaid mengatakan bahwa umar bin abdul aziz memungut zakat apabila mengembalikan barang sitaan (madzolim) dalam kitab Al Muwatta’ bab dzat fi dain bahwa umar bin abdul aziz mengambil zakat dari harta sitaan (madzolim)setelah dikembalikan ke pemiliknya karena harta tersebut sudah tersimpan bertahun – tahun (sudah mencapai haul).

Pada kitab Al Istidkar oleh Al hafidh Ibn Abdul bar disebutkan : Bahwa : Dari Abu Ubaid,dari Muadz dari Ibn Aun yang berkata : ”aku datang ke masjid dan telah dibacakan surat dari Umar bin Abdul Aziz, maka berkata padaku sahabatku agar jangan kami mengambil zakat harta dari orang kaya hingga mencapai haul Disebutkan pula oleh Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy bahwa telah menjadi Ijma (kesepakatan) ulama dalam persyaratan haul pada zakat hewan dan uang” (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Bab zakat Alwariq) Semua diatas adalah pendapat para sahabat, Tabi’in, dan Imam – Imam Muhadditsin masalah zakat harta yang mesti haul (sempurna setahun), demikian pula penjelasan para Fuqaha lainnya sebagaimana Imam Nawawi pada Almajmu wa raudhah, Imam Ibn Hajar dalam Attuhfah, Imam Arramliy pada Annihayah, Imam Alkhatib Syarbiniy pada Al Mughniy dll.