YANG BAIK DAN YANG BURUK ITU BERBEDA

Ayyuhal mukminun,

huj                 Wajib bagi seorang hamba yang beriman dalam hidupnya menjadi seorang yang menasihati diri sendiri dan bersungguh-sungguh memperbaiki diri. Kemudian berusaha keras untuk menajuhi hal-hal yang buruk. Karena, dengan senantiasa berucap, beramal, bersikap yang baik terdapat keutamaan. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

{قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ }

Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hal orang-orang yang berakal, agar kamu mendapatkan keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 100).

Para ulama rahimahumullah menjadikan ayat ini sebagai kaidah dalam banyak permasalahan agama. Di antaranya, mereka menjadikan surat al-Maidah ayat 100 ini sebagai prinsip agung dalam permasalahan adab dan penyucian jiwa. Menjauhkannya dari bentuk-bentuk kebatilan. Karena di sisi Rabb kita, Allah Jalla fi Ula, tidak sama antara yang baik dan yang buruk. Dalam diri hamba baik dan buruk ini terdapa dalam keyakinan, ucapan, perbuatan, dan sifa-sifat. Semuanya tidak sama antara yang baik dan yang buruk. Dan Allah juga tidak menilai sama hal itu pada diri seorang hamba. Tidak sama antara akidah yang baik atau benar dengan akidah yang buruk atau menyimpang. Tidak sama ucapan yang baik dengan ucapan yang buruk. Tidak sama antara perbuatan yang baik dengan perbuatan yang buruk. Dan tidak sama antara harta yang baik dengan harta yang buruk. Keduanya memiliki perbedaan yang jauh dan mencolok.

Wajib bagi seorang muslim untuk menjaga hal ini sebaik-baiknya. Agar ia menjadi seseorang yang baik di hatinya, di lisannya, dalam perbuatannya, dan dalam setiap keadaannya. Sehingga ia menjadi seseorang yang sukses dan berhasil. Oleh karena itu, Allah Jalla fi Ula tutup ayat ini dengan firman-Nya,

فَاتَّقُوا اللَّهَ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“maka bertakwalah kepada Allah hal orang-orang yang berakal, agar kamu mendapatkan keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 100).

Maksudnya adalah bertakwalah kepada Rabb kalian dengan menjauhi hal-hal yang buruk dan senantiasa berpegang pada kebaikan.

Ayyuhal mukminun,

Renungkanlah firmaى Allah Jalla fi Ula dalam ayat yang mulia yang telah khotib sebutkan:

وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيث

“meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu.” (QS. Al-Maidah: 100).

Berhati-hatilah dari segala hal yang buruk. Dari segala bentuk dan macamnya. Dari segala sifat dan jenisnya. Jangan sampai Anda terpedaya, walaupun kebanyakan yang buruk itu membuatmu kagum. Walaupun banyak orang melakukannya. Yang buruk itu tidak bermanfaat sedikit pun untuk pelakunya. Tidak bermanfat untuk dunia mereka, tidak pula akhirat mereka. Keburukan hanya memberi bahaya dan mudharat.

Ibadallah,

Sesungguhnya merupakan kesalahan besar yang mencelakakan banyak orang, baik di zaman dulu maupun sekarang, yaitu tertipu dengan jumlah. Betapa banyak dan banyak orang celaka karena hal ini. Kita dapati orang-orang meniru orang lain dalam ucapan, perbuatan, dan sifat karena gara-gara mereka mayoritas. Hal ini benar-benar memperdaya dan membinasakan banyak orang.

Oleh karena itu, dalam sebuah atsar, Abdullah bin Mas’ud pernah mengatakan,

لَا يَكُوْنُ أَحَدُكُمْ إِمََّعةً. قالوا: وما الإماعة يا أبا عبد الرحمن؟ قال: يقول إنما أنا مع الناس؛ إن اهتدوا اهتديت، وإن ضلوا ضللت.

“Janganlah kalian menjadi seorang yang plin-plan.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana orang yang plin-plan itu wahai Abu Abdullah?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Ia mengatakan, ‘Aku bersama orang-orang. Kalau orang-orang shaleh, aku pun ikut shaleh. Kalau orang menyimpang aku juga ikut menyimpang’.”

Inilah keadaan banyak orang, mengikuti keadaan orang lain. Karena itu, kita melihat banyak sifat-sifat buruk dan perbuatan-perbuatan rendah yang terjadi di tengah masyarkat dikarenakan sifat ikut-ikutan ini. Wajib bagi seseorang untuk meneguhkan dirinya dengan bimbingan syariat. Ia menjadi seorang yang menasihati dirinya sendiri dan bertakwa kepada Rabnya. Dan hendaknya dia sangat mewaspadai agar tidak mengikuti arus. Mengikuti kebanyakan orang dalam sifat dan perbautan mereka yang bertentangan dengan bimbingan syariat Allah Jalla fi Ula.

Ayyuhal mukminun,

Dalam permasalahan ini, ulama dan imam kita yang senantiasa menasihati, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan, “Jangan sampai seseorang terpengaruh dengan banyak orang. Sehingga ia mengatakan, ‘Sesungguhnya orang-orang menempuh yang demikian dan menghindari yang demikian, aku berada bersama mereka’. Karena yang demikian telah membinasakan banyak orang-orang terdahulu. Tapi hendaknya -saudaraku yang cerdas- Anda amati dan renungkan dengan hati Anda. Dan berpeganglah dengan kebenaran, walaupun kebenaran itu banyak ditinggalkan orang. Yang benar adalah dengan berpegang teguh dengna mengikuti Alquran dan sunnah Rasul. Allah Ta’ala berfirman,

{وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ }

“Jika kalian mengikuti kebanyakan orang, maka mereka akan menyesatkan kalian dari jalan Allah.” (QS. Al-An’am: 116).

Allah Ta’ala juga berfirman,

{وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصَْ بِمُؤْمِنِينَ }

“Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman — walaupun kamu sangat menginginkannya.” (QS. Yusuf: 103)

Para ulama salaf mengatakan, “Janganlah engkau bersikap zuhud (merasa tidak butuh) dengan kebenaran, karena sedikitnya orang-orang yang menempuhnya. Dan jangan tertipu dengan kebatilan karena banyaknya orang-orang binasa (yang melakukannya).”

Kita memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla, agar Dia memberi kita semua kemanfaatan dan memperbaiki keadaan kita semua. Semoga Dia melindungi kita dari jalan-jalan kebinasaan. Dan memberi taufik kepada kita untuk menempuh jalan kebenaran dan petunjuk, dan istiqomah di atasnya. Karena taufik itu berada di tangan-Nya. Tidak ada sekutu bagi-Nya.