JAMINAN KEAMANAN natal

                       banserMasih lekat dalam ingatan kita, pada perayaan natal tahun lalu dan sebelumnya. bahwa keamanan sangat di siagakan yang melibatkan TNI POLRI  dan ada juga BANSER  dari NU yang semuanya guna bertujuan mengamankan natal dari gangguan teroris.

Kemudian berkaitan dengan hal itu, sejauh manakah dan Apakah boleh seorang muslim mengamankan kegiatan natal?abri

Dalam khazanah islam,sebuah negara dapat di anggap sebagai negara islam jika memenuhi salah satu dari tiga kriteria :

~ Negara yang batas batas serta perkembanganya di lakukan oleh muslimin seperti irak, pada bentuk negara semacam ini orang orang kafir di larang untuk membangun sarana peribadatanya atau melakukan aktifitas yang menyimpang dengan islam seperti mengkonsumsi miras,babi dan lain lain. Bahkan jika seorang presiden melakukan perjanjian dengan mereka agar mereka dapat melakukan hal yang di larang di atas, maka perjanjian di anggap batal.

Hal ini berdasarkan hadits Nabi Saw.:

لَا تُبْنَى فِي الْإسْلَامِ كَنِيْسَةٌ وَلَا يُجَدَّدُ مَا خَرَبَ مِنْهَا

Tidak di perbolehkan membangun gereja dalam negara islam dan tidak di perbolehkan merenovasi gereja yang telah rusak”.(HR.Addailami dan Ibnu Asyakir).

~ Negara yang telah di tundukan oleh orang orang muslim, pada bentuk negara semacam ini, orang orang kafir di larang untuk membangun sarana sarana peribadatan sebab kepemilikan negara secara absolut adalah hak muslimin.

~ Negara yang di rengkuh oleh muslim dengan dasar persemakmuran. Pada bentuk negara semacam ini orang orang kafir bebas untuk membangun sarana peribadatanya, sebab pada dasarnya negara merupakan miliknya juga secara bersama.

                Sesuai dengan ketentuan ketentuan negara islam di atas dapat di simpulkan bahwa :

Indonesia merupakan negara islam, sebab indonesia masuk dalam kategori ke dua, namun yang menajadi permasalahan di sini ialah bahwa azas negara indonesia tidak menggunakan islam melainkan pancasila.

Azas indonesia yang menggunakan pancasila menuntut masyarakat indonesia untuk saling menghormati antar sesama hingga antara pemeluk agama di beri kebebasan untuk melakukan ajran agamanya masing masing. Pemerintah memberikan jaminan keamanan kepada non muslim atau dalam istilah lain menggunakan istilah kafir fi dzimmah al ta’min(non muslim yang dalam jaminan keamanan) secara detail konsep kafir fi dzimmah al ta’min ialah sebagai berikut :

1. Orang kafir yang masuk negara islam sesuai dengan kebiasaan yang ada(tidak mencurigakan)

2. Pemerintah melarang untuk mengganggunya

3. Orang kafirmerasa bahwa mereka mempunyai jaminan keamanan dari pemerintah

4. Jika nyawa orang kafir terancam, warga muslim wajib menjaga keamananya

Dari beberapa penjelasan di atas, polemik dalam hala ini dapat di pecahkan dengan perincian :

1. Bagi relawan tidak di perbolehkan untuk berpartisipasi mengamankan kegiatan natal kecuali saat terjadi kerusuhan yang mengancam nyawa orang orang kafir hal ini semata mata untuk menyelamatkan nyawa mereka, sebab secara konsep muslimin tidak di perbolehkan untuk mengikuti perayaan hari hari besar orang kafir sebagaimana ungkapan Shohabat Umar Ra.:

وَلَا تَدْخُلُوْا عَلَي الْمُشْرِكِيْنَ فِي كَنَائِسِهِمْ يَوْمَ عِيْدِهِمْ فَإِنْ السُّخْطَةَ تَنْزِيْلُ عَلَيْهِمْ

Dan janganlah kalian masuk ke gereja gereja orang musyrik, ketika mereka melangsungkan hari rayanya karena kebencian Alloh sedang melanda mereka”.

2. Bagi petugas keamanan, di perbolehkan menjaganya untuk mengantisipasi ancaman para teroris yang mengganggu keselamatan mereka, dan sebagai wujud pelaksanaan negara yang menjamin keselamatan bersama.

Kesimpulan :

a. Bagi relawan tidak di perbolehkan, kecuali saat terjadi kerusuhan yang mengancam nyawa orang2 kafir tersebut, semata mata untuk menyelamtkan nyawa mereka

b. Bagi petugas keamanan di perbolehkan menjaganya untuk mengantisipasi ancaman para teroris yang mengganggu keselamatan mereka sebagai wujud jaminan keselamatan dari negara.

Hasyiyah al Jamal juz 5 hal. 182-183

Qurrotul ‘Ain hal. 211-212

Bughyatul Musytarsyidin hal. 255

Tafsir ar Rozi juz 4 hal 168

Al Adab asy Syar’iyyah li Ibnil Muflih juz 3 hal. 431

Mausu’ah Fiqhiyyah juz 7 hal. 128