ANDA PUNYA KEINGINAN? INILAH PERINTAH NABI SAW. UNTUK SHALAT ISTIKHARAH

Jika Salah Seorang Dari Kalian Punya Satu Keinginan Maka Hendaklah Kerjakan Shalat

حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ حَدَّثَنَا مَعْنُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الْمَوَالِي قَالَ سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ الْمُنْكَدِرِ يُحَدِّثُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَسَنِ يَقُولُ أَخْبَرَنِي جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ السَّلَمِيُّ قَالَ

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُهُمْ السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الْأَمْرَ ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ خَيْرًا لِي فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ قَالَ أَوْ فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ

Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Al Mundzir telah menceritakan kepada kami Ma’an bin Isa telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Abul Mawali berkata, aku mendengar Muhammad bin Al Munkadir menceritakan Abdullah bin Al Hasan, dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Jabir bin Abdullah assalmi berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari sahabat-sahabatnya untuk istikharah (meminta pilihan) dalam semua doanya sebagaimana beliau mengajarkan surat alquran kepada mereka, beliau sabdakan: “Jika salah seorang dari kalian punya satu keinginan maka hendaklah ia kerjakan shalat dua rakaat (bukan shalat wajib) kemudian mengucapkan:

‘ALLAAHUMMA INNII ASTAKHIIRUKA BI’ILMIKA, WA ASTAQDIRUKA BIQUDRATIKA WA AS’ALUKA MIN FADLLIKA, FAINNAKA TAQDIRU WALAA AQDIRU WATA’LAMU WALAA A’LAMU WA ANTA ‘ALLAAMUL GHUYUUB, ALLAAHUMMA FAIN KUNTA TA’LAMU HAADZAL AMRA KHAIRAN LII FII ‘AAJILI AMRII WA AAJILIHI -Qaala– AW FII DIINII WAMA’AASYII WA’AAQIBATU AMRII FAQDURHU LII WAYASSIRHU LII TSUMMA BAARIK LII FIIHI, ALLAAHUMMA WAIN KUNTA TA’LAMU ANNAHU YARRUN LII FII DIINIII WAMA’AASYII WA’AAQIBATI -Aw qaala-FII ‘AAJILI AMRII WA AAJILIHI FASHRIFNII ‘ANHU WQDIRLIL KHIARA HAITSU KAANA TSUMMA ARDLINII BIHI

(Ya Allah, Saya meminta pilihan kepada-Mu dengan ilmu-Mu, dan saya meminta keputusan dengan keputusan-Mu, dan saya meminta-Mu dengan kurnia-Mu, sesungguhnya Engkau memutuskan dan saya tidak bisa memutuskan, dan Engkau Maha tahu sedang aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha mengetahui yang ghaib, Ya Allah, jikalah Engkau tahu bahwa urusan ini (Si Pemohon menyebut nama urusannya) adalah baik bagiku baik untuk masa yang dekat maupun masa yang akan datang -atau sepertinya ia berkata-dalam urusan agamaku dan duniaku, serta kesudahan urusanku, maka tetapkanlah untukku dan mudahkanlah bagiku, kemudian berilah aku barakah padanya. Ya Allah, sebaliknya jika Engkau tahu bahwa urusan ini adalah buruk bagiku dalam urusan agamaku dan kehidupanku, serta kesudahan urusanku- atau sepertinya ia berkata-dalam kesudahan yang dekat maupun yang akan datang, maka palingkanlah aku daripadanya dan tetapkanlah kebaikan bagiku darimana saja berada kemudian jadikanlah aku ridha terhadapnya) ‘.”

(HR. Bukhari: 6841)

DO’A ROBBIGHFIRLI SETELAH MEMBACA SUARAT AL-FATIHAH

Sudah maklum bahwa hal yang dianjurkan setelah selesai menyelesaikan bacaan surat Al-Fatihah pada saat shalat adalah membaca kata “âmîn”. Hal ini berlaku baik bagi orang yang membaca surat tersebut ataupun bagi orang yang mendengarkan.

Anjuran ini didasarkan pada salah satu hadits:

 عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ: {غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} فَقَالَ: «آمِينَ»، وَمَدَّ بِهَا صَوْتَهُ

“Diceritakan dari sahabat Wail bin Hujr, ia berkata: “Aku mendengar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ‘Ghairil maghdlûbi ‘alaihim wa ladl-dhâllîn’ lalu Nabi Mengucapkan “âmîn” dengan mengeraskan bacaannya” (HR Tirmidzi).

Namun demikian, tidak jarang sebagian dari kita pernah menemui orang yang shalat, ketika setelah selesai membaca al-Fatihah, ia tidak hanya membaca kata “âmîn” saja, tapi juga menambahkan lafadz “rabbighfir lî amin”. Bukankah menyela-nyelai kalimat lain antara akhir surat Al-Fatihah dan kata “âmîn” adalah hal yang menghilangkan kesunnahan membaca “âmîn”? Lalu sebenarnya apakah menambahkan kata “rabbighfir lî” sebelum mengucapkan kata “âmîn” adalah hal yang dapat dibenarkan, atau bahkan dianjurkan? Kata rabbighfir lî sebenarnya merupakan sebuah doa yang memiliki arti “Wahai Tuhanku, semoga Engkau mengampuni (dosa)ku”.

Para ulama berpandangan bahwa membaca kata rabbighfir lî setelah selesai membaca surat Al-Fatihah saat shalat adalah hal yang tidak sampai menghilangkan kesunnahan membaca âmîn, sehingga kata âmîn sebaiknya dilafalkan setelah membaca kata tersebut. Hal demikian berdasarkan sebuah hadits Nabi, berikut penjelasan mengenai hal ini dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj:

 (تَنْبِيهٌ) أَفْهَمَ قَوْلُهُ عَقِبَ فَوْتَ التَّأْمِينِ بِالتَّلَفُّظِ بِغَيْرِهِ وَلَوْ سَهْوًا كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ عَنْ الْأَصْحَابِ وَإِنْ قَلَّ، نَعَمْ يَنْبَغِي اسْتِثْنَاءُ نَحْوِ رَبِّ اغْفِرْ لِي لِلْخَبَرِ الْحَسَنِ «أَنَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ عَقِبَ الضَّالِّينَ رَبِّ اغْفِرْ لِي آمِينَ»

“Penjelasan penting. Ucapan penulis “Hilangnya kesunnahan membaca âmîn dengan mengucapkan kalimat yang lain, walaupun dalam keadaan lupa, seperti dijelaskan dalam kitab al-MAjmu’ dari para pengikut Imam as-Syafi’I, meskipun hanya kalimat yang sedikit” hendaknya dikecualikan penambahan kalimat rabbighfir lî berdasarkan hadits hasan bahwa “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda setelah melafalkan ad-dhallîn adalah doa “rabbighfir lî âmîn” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 2, hal. 49)

Lebih lengkap lagi, Syekh Ali Syibramalisi menambahkan tambahan kata “Wa li wâlidayya wa li jamî’il muslimîn” agar doa semakin bertambah lengkap. Dalam kitab hasyiyahnya, beliau menjelaskan:

 وَيَنْبَغِي أَنَّهُ لَوْ زَادَ عَلَى ذَلِكَ وَلِوَالِدَيَّ وَلِجَمِيعِ الْمُسْلِمِينَ لَمْ يَضُرَّ أَيْضًا

“Hendaknya jika menambahkan kalimat Wa li wâlidayya wa li jamî’il muslimîn juga tidak masalah” (Syekh ‘Ali Syibramalisi, Hasyiyah as-Syibramalisi ‘ala Nihayah al-Muhtaj, juz 1, hal. 489).

Namun hal yang perlu diperhatikan, anjuran mengucapkan doa “rabbighfir lî” setelah membaca Al-Fatihah ini tidak sama seperti halnya anjuran membaca kata “âmîn” yang disunnahkan baik bagi orang yang membaca surat Al-Fatihah ataupun orang yang mendengarkan, sebab doa “rabbighfir lî” hanya disunnahkan bagi orang yang membaca surat Al-Fatihah saja, sehingga tidak berlaku bagi orang yang mendengarkan, seperti halnya bagi makmum yang mendengarkan Fatihah Imam, ataupun orang yang berada di sekitar orang yang membaca Al-Fatihah.

Dalam kitab Hasyiyah I’anah at-Thalibin dijelaskan:

 .وانظر هل الذي يقول ما ذكر القارئ فقط؟ أو كل من القارئ والسامع؟ والذي يظهر لي الأول، بدليل قوله في الحديث المار قال عقب: * (ولا الضالين) * أي قال عقب قراءته * (ولا الضالين) فليراجع

“Lihatlah, apakah yang (dianjurkan) mengucapkan lafadz tersebut (rabbighfir lî) adalah orang yang membaca al-Fatihah saja, atau juga bagi orang yang membaca dan mendengarkan? Hal yang tampak jelas bagiku adalah yang pertama (Orang yang membaca saja) dengan dalil dalam hadits yang telah dijelaskan berupa “setelah lafadz Waladdhallien” maksudnya setelah membaca lafadz Waladdhallien, maka perhatikan kembali” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 1, hal. 173)

Meski demikian, jika ditinjau dari kekuatan hadits yang menjadi landasan anjuran membaca “Rabbighfir lî” rupanya para ulama hadits cenderung berselisih antara mengkategorikan hadits ini sebagai hadits hasan atau dhaif, mengingat salah satu perawi hadits yang menjelaskan mengenai hal ini cenderung didhaifkan (dianggap lemah) oleh para ulama ahli jarh wa ta’dil. Dua rawi yang dianggap bermasalah adalah Ahmad bin ‘Abdul Jabbar al-‘Utharidi dan Abu Bakr an-Nahsyali.

Mengenai rawi yang disebutkan pertama, Abu al-Hasan Nuruddin al-Haitsami menjelaskan:

 وَفِيهِ أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ الْعُطَارِدِيُّ، وَثَّقَهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَغَيْرُهُ، وَقَالَ ابْنُ عَدِيٍّ: رَأَيْتُ أَهْلَ الْعِرَاقِ مُجْمِعِينَ عَلَى ضَعْفِهِ

“Di dalam perawi hadits terdapat Ahmad bin ‘Abdul Jabbar al-‘Utharidi, Imam ad-Daruquthni dan Imam lainnya menganggap perawi tersebut tsiqqah (Dapat dipercaya). Imam Ibnu ‘Adhi berkata: “Aku melihat para ulama iraq bersepakat mendlaifkannya” (Abu al-Hasan Nuruddin al-Haitsami, Majma’ az-Zawa’id wa Manba’ al-Fawaid, juz 2, hal. 293).

Maka dari itu, tidak bisa dipungkiri bahwa hadits yang menjadi landasan anjuran membaca “âmîn” cenderung lebih kuat dan shahih dibandingkan dengan hadits yang menjadi pijakan membaca kata “rabbighfir lî amin”. Kesimpulan inilah yang dijadikan pedoman oleh salah satu ulama hadits kenamaan Mesir, Syekh Abdullah bin Muhammad al-Ghumari dalam himpunan fatwanya:

 والحاصل: أن الحديث بدون زيادة: «رب اغفر لي» حسن صحيح كما قال ابن حجر وغيره، وهو بها ضعيف كما قال الحافظ العراقي، فظهر أن لا تناقض بين القولين لاختلاف موردهما وإن كان أصل الحديث واحد، وبالله التوفيق

“Kesimpulannya bahwa hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah tidak menambahkan kata rabbighfir lî dianggap hasan dan shahih, seperti yang dijelaskan Imam Ibnu Hajar al-‘Asyqalani dan Imam lainnya, sedangkan dengan menambahkan kata tersebut dihukumi dhaif, seperti yang diungkapkan al-Hafidz al-‘Iraqi, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pertentangan diantara dua pendapat karena berbeda-bedanya dasar (hadits) dari keduanya, meskipun asal dari (dua) hadits tersebut tetaplah satu” (Abdullah bin Muhammad bin Shiddiq al-Ghumari, Mausu’ah Abdullah al-Ghumari Fatawa wa Ajwibah, juz 16, hal. 181).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca kata “âmîn” saja setelah melafalkan surat al-Fatihah ketika shalat dipandang lebih utama, sebab berlandaskan pada dalil hadits yang lebih kuat. Meski begitu, orang yang menambahkan kata “rabbighfir lî” setelah membaca al-Fatihah, tidak bisa kita salahkan begitu saja, sebab amalan ini juga berlandaskan pada dalil yang dapat dijadikan pijakan dan memang terdapat ulama yang menyebut hadits tersebut sebagai hadits yang hasan, sehingga dapat diamalkan, terlebih membaca doa “rabbighfir lî” ini berada pada ranah fadha’ilul a’mal yang hadits dhaif pun juga bisa dijadikan sebagai pijakan, selama bukan berupa hadits maudlu’ dan hadits munkar. Wallahu a’lam.

INILAH DO’A SETELAH MEMAKAN MAKANAN YANG SYUBHAT

Tiap orang wajib menjaga diri dari makanan haram, baik secara substansi maupun cara memperolehnya. Salah satu kebutuhan primer manusia adalah makan dan minum. Makanan yang baik menurut A-Qur’an adalah makanan yang halal lagi baik

. يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (١٦٨)

“Wahai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS al-Baqarah: 168).

Sebagai bentuk ikhtiar manusia dalam menghindari makanan haram adalah dengan berhati-hati dalam memperoleh makanan. Dampak negatif makanan haram tidak hanya dirasakan di dunia akan tetapi sampai di akhirat. Bahkan makanan haram menjadi salah satu penghalang masuk surga.

Abu Bakar Ash-Shiddiq mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

 لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ جَسَدٌ غُذِيَ بِحَرَامٍ. (رواه أبويعلى وغيره)

“Tidak akan masuk surga tubuh manusia yang dibesarkan (diberi makan) dari makanan haram” (HR Abu Ya’la dan lainnya).

Selain makanan halal dan haram, di antara keduanya terdapat hukum syubhat, yaitu ketidakjelasan antara halal dan haramnya. Merujuk kepada hadits nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa jika seseorang mendapati makanan syubhat, maka lebih baik dijauhi.

 مَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ… (رواه البخارى ومسلم)

“Barang siapa berada dalam perkara syubhat maka sama halnya ia berada dalam keharaman.” (HR al-Bukhari Muslim).

Keraguan akan kehalalan makanan seringkali dirasakan ketika berada di daerah minoritas Muslim. Begitu juga ketika di warung makan yang masih asing, di rumah saudara, kerabat, teman dan seterusnya.

Berkaitan dengan ini, Syekh Afdhaluddin al-Azhari menyarakankan berdoa setelah selesai makan di tempat orang lain yang belum bisa dipastikan kehalalannya, sebagai berikut:

 اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا الطَّعَامُ حَلَالًا فَوَسِّعْ عَلَى صَاحِبِهِ وَاجْزِهِ خَيْرًا وَإِنْ كَانَ حَرَامًا أَوْشُبْهَةً فَاغْفِرْلِيْ وَلَهُ وَأَرْضِ عَنِّيْ أَصْحَابَ التَّبِعَاتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِرَحْمَتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

“Ya Allah jika makanan yang saya makan ini halal, maka luaskanlah rezekinya (orang yang memberi makan) dan balaslah dengan kebaikan. Dan jika makanan ini adalah haram atau syubhat maka ampunilah aku dan dia, dan jauhkanlah para penerima konsekuensi (atas dosanya sendiri) dariku kelak di hari kiamat dengan kasih sayang-Mu, wahai Allah yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”

Demikian juga Syekh Sya’rani, beliau menyarankan membaca doa:

 اللَّهُمَّ احْمِنِيْ مِنَ الْأَكْلِ مِنْ هَذِهِ الطَّعَامِ الَّذِيْ دُعِيْتُ اِلَيْهِ فَاِنْ لَمْ تَحْمِنِيْ مِنْهُ فَلَا تَدَعْهُ يُقِيْمُ فِيْ بَطْنِيْ وَاِنْ جَعَلْتَهُ يُقِيْمُ فِيْ بَطْنِيْ فَاحْمِنِيْ مِنَ الْوُقُوْعِ فِي الْمَعَاصِى الَّتِيْ تَنْشَأُ مِنْهُ عَادَةً فَاِنْ لَمْ تَحْمِنِيْ مِنَ الْوُقُوْعِ فِي الْمَعَاصِي فَاقْبَلْ اِسْتِغْفَارِيْ وَارْضَ عَنِّيْ أَصْحَابَ التَّبِعَاتِ فَإِنْ لَمْ تَقْبَلْ اِسْتِغْفَارِيْ وَلَمْ تَرْضَهُمْ عَنِّيْ فَصَبِّرْنِيْ عَلَى الْعَذَابِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

“Ya Allah jagalah aku dari makanan ini. Jika engkau tidak menjagaku maka jangan tinggalkan makanan ini berada di perutku. Jika engkau jadikan makanan tetap berada dalam perutku maka jagalan aku dari kemaksiatan yang timbul karenanya. Jika engkau tidak menjagaku dari maksiat, maka terimalah tobatku, dan jauhkanlah para penerima konsekuensi (atas dosanya sendiri) dariku. Jika engkau tidak menerima tobatku dan menjauhkan mereka dariku, maka berikanlah aku kesabaran menghadapi siksa, wahai Allah yang Maha Penyayang di antara para penyayang” (Syekh Nawawi al-Bantani, Qami ath-Thughyan, Indonesia: Haramain, hal. 12).

Demikianlah dua contoh doa dari Syekh al-Azhar dan Syekh Sya’rani. Semoga kita semua dijaga oleh Allah dari makan makanan syubhat apalagi haram. Sehingga selalu berada dalam rida dan kasih sayang Allah subhanahu wata’ala, amiin.

DO’A AGAR HILANG PENDERITAAN DARI ROSULULLOH SAW. DAN NABI ISA AS.

Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anhaa. Beliau mengatakan: Abahku berkata, “Maukah kuajari sebuah doa yang diajarkan Rasulullah Saw. Doa ini juga pernah diajarkan kepada bangsa Hawarriyyun oleh Nabi Isa AS.

Lalu Aku bertanya, “Doa Apa itu, Bah?”

Abahku menjawab: Ucapkanlah

يافارج الهم ياكاشف الغم يامن لعبدِه يغفر ويرحم

Ya farijal ham ya kasyifal gham. Ya man li’abdihi yaghfiru wayarkham.

Artinya:

“Wahai ( Allah ) Dzat yang menghilangkan kesedihan,Wahai Allah- Dzat yang menyirnakan kesusahan,Wahai Allah yang memberi pengampunan kepada hamba-Nya dan Allah yang mengasihi hamba-Nya.”

Doa ini merupakan dzikir keenam belas di dalam Ratibul Haddad. Dari maknanya bisa diketahui bahwa doa ini berkhasiat agar Allah SWT menghapuskan kesedihannya, agar Allah SWT melepaskan kesusahan agar Allah SWT mengampuni kesalahannya dan dikasihani-Nya.

DO’A AGAR TERHINDAR DARI VIRUS DAN DO’A BAGI YANG POSITIF TERKENA VIRUS

Do’a Rasulullah agar Terhindar dari Wabah Penyakit seperti Covid-19

Kita dianjurkan berdoa kepada Allah sebagai tempat berlindung dari segala kejahatan dan keburukan yang ada di muka bumi. Virus corona atau Covid-19 menjadi wabah atau penyakit menular yang berjangkit dengan cepat, menyerang sejumlah orang di daerah yang luas melalui kontak kulit langsung. Covid-19 di awal 2020 telah merenggut banyak korban meninggal di Indonesia setelah sebelumnya di China dan Iran.

Dalam situasi seperti ini, kita dianjurkan berdoa kepada Allah sebagai tempat berlindung dari segala kejahatan dan keburukan yang ada di muka bumi. Lafal doa berikut ini pernah diajarkan oleh Rasulullah untuk berlindung dari wabah dan penyakit mengerikan lainnya.

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ، والجُنُونِ، والجُذَامِ، وَسَيِّئِ الأسْقَامِ

Allāhumma innī a‘ūdzu bika minal barashi, wal junūni, wal judzāmi, wa sayyi’il asqāmi.

Artinya, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari penyakit lepra, gila, kusta, dan penyakit-penyakit buruk.”

Doa ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang shahih:

وروينا في كتابي أبي داود والنسائي بإسنادين صحيحين عن أنس – رضي الله عنه – : أنَّ النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يقول اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ ، والجُنُونِ ، والجُذَامِ ، وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ. رواه أَبُو داود بإسناد صحيحٍ

Artinya, “Diriwayatkan kepada kami di kitab Abu Dawud dan An-Nasa’i dengan sanad yang bagus dari Anas–radliyallahu anhu–Nabi Muhammad SAW berdoa, ‘Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari lepra, gila, kusta, dan penyakit-penyakit buruk.’ (HR Abu Dawud dengan sanad sahih.”

Abdul Muhsin Al-Abbad dalam Syarah Abu Dawud menafsirkan kata “sayyi’il asqam” atau penyakit-penyakit buruk dalam hadits ini sebagai ragam penyakit yang membuat buruk rupa dan bahaya pada manusia.

Sedangkan M Syamsul Haqqil Azhim Abadi dalam Kitab Aunul Ma‘bud memahami “sayyi‘il asqam” sebagai wabah penyakit seperti tuberculosis, busung air, dan penyakit lain.

Adapun Abu Abdillah Ar-Rahmani Al-Mubarakfuri dalam Kitab Mir’atul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih mengutip pendapat Ibnu Malik yang mengatakan bahwa penyakit buruk itu adalah penyakit di mana orang lain menjaga diri dari pengidapnya, di mana mereka tidak mengambil manfaat dari pasien dan pasien tidak mendapat manfaat dari mereka. Dengan penyakit itu, pasien atau korban tidak dapat menjalankan kewajiban terhadap Allah dan makhluknya. Atas penyakit ini, kita disunnahkan untuk berlindung diri.

Syekh Abdur Rauf Al-Munawi dalam At-Taysir syarah Al-Jami’is Shaghir mengatakan, Rasulullah berlindung dari segala penyakit tersebut sebagai bentuk pernyataan kefaqiran kepada Allah atau pengajaran bagi umatnya. Sedangkan tiga penyakit pertama yang disebut (lepra, gila, dan kusta) adalah termasuk penyakit buruk. Tetapi ketiganya tetap disebut karena tiga penyakit itu paling dibenci oleh bangsa Arab.

Sebagaimana dikatakan Al-Munawi, doa merupakan bentuk pernyataan kefaqiran kita kepada Allah. Adapun sebagai upaya pencegahan, masyarakat tetap harus mengikuti petunjuk-petunjuk teknis dari pihak medis dan kebijakan pemerintah dalam beraktivitas sehari-hari saat situasi darurat virus.

Do’a Rasulullah agar Dibaca Pasien Covid-19

Jika diberikan kesembuhan, pasien Covid-19 dianjurkan bersyukur. Jika masih dalam perawatan, ia diharuskan bersabar. Orang yang ditetapkan positif terpapar Covid-19 dianjurkan untuk mengikuti protokol medis terkait penanganan pasien virus corona. Ia harus menjalani perawatan ekstra dan intensif agar imunitasnya meningkat.

Adapun berikut ini adalah lafal alternatif yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk penderita sakit berat. Doa ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Anas RA. (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Badzlul Ma‘un fi Fadhlit Tha‘un, [Riyadh, Darul Ashimah: tanpa tahun], halaman 327-328).

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي مَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي

Allāhumma ahyinī mā kānatil hayātu khairan lī, wa tawaffanī mā kānatil wafātu khairan lī.

Artinya, “Ya Allah, hidupkan (sembuhkan) aku selama kehidupan itu baik bagiku dan wafatkan aku bila itu baik bagiku.”

Pasien Covid-19 dalam penanganan dianjurkan untuk pasrah, tawakal, dan memahami bahwa musibah penyakit yang tengah menimpanya adalah ketentuan Allah yang tidak mungkin keliru. Sedangkan ketentuan-Nya yang ditujukan bukan untuk dirinya tidak akan mungkin meleset mengenainya. Jika diberikan kesembuhan, pasien Covid-19 dianjurkan bersyukur. Jika masih dalam perawatan, ia diharuskan bersabar. (Al-Asqalani, tanpa tahun: 327).

Ia juga dianjurkan untuk memperbanyak zikir, terutama istighfar dan tasbih. Berikut ini merupakan beberapa lafal alternatif yang dapat dibaca oleh pasien Covid-19.

Lafal istighfar Nabi Adam AS dan Siti Hawa.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Rabbanā zhalamnā anfusanā. Wa illam taghfir lanā wa tarhamnā, lanakūnanna minal khāsirīna.

Artinya, “Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri sendiri. Jika Kau tidak mengampuni dan menyayangi kami, niscaya kami termasuk hamba-Mu yang merugi,” (Surat Al-A‘raf ayat 23).

Lafal tasbih penyesalan Nabi Yunus AS.

لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

Lā ilāha illā anta. Subhānaka innī kuntu minaz zhālimīna.

Artinya, “Tiada tuhan selain Allah. Maha suci Engkau. Sungguh, aku dahulu termasuk orang yang berbuat aniaya,” (Surat Al-Anbiya ayat 87).

Lafadz istighfar yang diajarkan Rasulullah SAW.

اَللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا, وَلَا يَغْفِرُ اَلذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ, فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ, وَارْحَمْنِي, إِنَّكَ أَنْتَ اَلْغَفُورُ اَلرَّحِيمُ

Allāhumma innī zhalamtu nafsī zhulman katsīran (tercatat “kabīran” pada sebagian riwayat), wa lā yaghfirud dzunūba illā anta, faghfir lī maghfiratan min ‘indika, warhamnī, innaka antal ghafūrur rahīmu.

Artinya, “Tuhanku, sungguh aku telah menganiaya diri sendiri dengan penganiayaan yang banyak (sebagian riwayat ‘yang besar’). Tiada yang dapat mengampuninya kecuali Engkau. Anugerahkanlah ampunan dari sisi-Mu. Rahmatilah aku. Sungguh, Kau maha pengampun, lagi maha penyayang,” (HR Bukhari dan Muslim).

Wallahu a‘lam.

DO’A MALAM NISHFU SYA’BAN DARI SYAIKH ABDUL QODIR AL-JAILANY RAHIMAHULLAH

(Do’a ini Baik sekali, jika ditambahkan pada do’a yang sudah masyhur setelah membaca surat yaasiin)

اَللَّهُم َّإِذْ أَطْلَعْتَ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ عَلَى خَلْقِكَ، فَعُدْعَلَيْنَا بِمَنِّكَ وَعِتْقِكَ، وَقَدِّرْ لَنَا مِنْ فَضْلِكَ، وَوَسِعْ رِزْقَكَ، وَاجْعَلْنَا مِمَّنْ يَقُوْمُ لَكَ فِيْهَا بِبَعْضِ حَقِّكَ. اَللَّهُمَّ مَنْ قَضَيْتَ فِيْهَا بِوَفَاتِهِ فَاقْضِ مَعَ ذَلِكَ رَحْمَتَكَ، وَمَنْ قَدَّرْتَ طُوْلَ حَيَاتِهِ فَاجْعَلْ مَعَ ذَلِكَ نِعْمَتَكَ، وَبَلِّغْنَا مَا لاَتَبْلُغُ اْلآمَالُ إِلَيْهِ يَا خَيْرَ مَنْ وَقَفَتِ اْلأَقْدَامُ بَيْنَ يَدَيْهِ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ خَلْقِهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Ya Allah, jika Engkau telah memunculkan malam Nisfu Sya’ban pada makhlukMu maka curahkan atas kami anugerah dan pembebasanMu (dari neraka), takdirkanlah untuk kami kebaikan dari keutamaanMu, perluaslah curahan rizkiMu untuk kami, jadikanlah kami di malam itu termasuk orang yang bangkit melaksanakan hakMu.Ya Allah, orang yang Engkau tentukan takdirnya di malam itu dengan kematiannya, maka bersamakanlah dengan rahmatMu, dan orang yang Engkau takdirkan berumur panjang maka jadikanlah rahmatMu bersamanya, dan sampaikanlah kami pada tujuan mulia yang tidak tercapai oleh angan-angan, wahai sebaik-baik Dzat yang bersimpuh dihadapanNya semua telapak kaki, wahai Tuhan sekalian alam, dengan rahmatMu wahai Dzat Yang Paling Pengasih.Semoga sholawat Allah tercurah pada junjungan kami Nabi Muhammad, sebaik-baik makhluk, dan atas keluarga serta sahabat kesemuanya,  Amin.

DO’A ‘ATAQOH SUGHRO DAN KUBRO

DO’A ‘ATAQOH SUGHRO

(توجوه فولوه ريبوو لآ إله إلا الله)

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اللهم إنك تعلم أني هللت هذه السبعين ألف تهليلة وأريد أن أدخرها لنفسي …….. أو لأبي ……… أو لفلان وأشهدك أني قد اشتريت بها نفسي …………. أو أبي ………….. أوفلانا من النار وفديتها منك يا الله من النار بثواب قراءتها التي قدرها عندك جسيم وثوابها عندك عظيم فأعتقني بها من النار وخلصني بها من النار وأجرني بها من النار وأعذني بها من النار وأدخلني بها الجنة مع الأبرار يا غزيز يا غفار وصلى الله على سيدنا ومولانا محمد وعلى أله وصحبه وسلم . آمين × 3 يا رب العالمين .

DO’A ‘ATAQOH KUBRO

(سراتوس ريبوو قُلْ هُوَ اللّهُ أَحَدٌ)

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَللّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّيْ قَدْ قَرَأْتُ الْعَتَاقَةَ الْكُبْرَى الَّتِيْ هِيَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ اللهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ مِائَةَ أَلْفٍ مَرَّةً قَدْرُهَا عِنْدَكَ جَسِيْمٌ وَثَوَابُهَا عِنْدَكَ عَظِيْمٌ وَأَرَدْتُ أَنْ أُدَخِّرُهَا لِنَفْسِيْ وَأَسْتَوْدِعَكَ يَا اَللهُ إِيَّاهَا وَهِيَ لِيْ عِنْدَكَ وَدِيْعَةٌ وَأُشْهِدُكَ يَا اَللهُ أَنِّيْ قَدِ اشْتَرَيْتُ بِهَا نَفْسِيْ مِنَ النَّارِ فَأَعْتِقْنِيْ بِهَا مِنَ النَّارِ وَفَدَيْتُ مِنْكَ يَا اَللهُ بِهَا نَفْسِيْ مِنَ النَّارِ وَخَلِّصْنِيْ بِهَا مِنَ النَّارِ وَأَعِذْنِيْ مِنَ النَّارِ وَاحَجُبْنِيْ بِهَا مِنَ النَّارِ وَأَجِرْنِيْ بِهَا مِنَ النَّارِ وَنَجّنِيْ بهَا مِنَ النَّارِ وَسَلِّمْنِيْ بهَا مِنَ النَّارِ وَأَدْخِلْنِيْ بهَا الْجَنَّةَ مَعَ اْلأَبْرَارِ يَا عَزِيْزُ يَا غَفَّارُ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَألِه وَصَحْبِه أَجْمَعِيْنَ كُلَّمَا ذكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الْغَافِلُوْنَ سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ .

MARI AMALKAN DO’A INI DI SAAT HARGA KEBUTUHAN NAIK DAN MAHAL

Tak bisa lagi disembunyikan, Kalangan menengah kebawah khususnya saudara-saudara kita yang hidup dalam kemiskinan dan kepapaan,mereka menjerit kala semua harga melejit, membelit dan seakan dunia menyempit, terhimpit dalam lingkaran pailit.

Mengubah kebijakan tak mungkin dilakukan, karena bukan golongan Elit.
Menurunkan kembali harga dirasa akan semakin Sulit.
Ya… karena kita hanya Wong Cilik yang tak punya kebijakan apa-apa…

Tapi ,Yakinlah rizqi dan karunia Allah akan selalu menghampiri sekalipun pada wong cilik , Tetaplah menjalankan ibadah , carilah dunia semampu yang bisa dilakukan dan tetaplah berdo’a. Karena Hanya Allah lah yang mencukupi kita dan Allah lah sebaik-baiknya yang diwakili.

Berikut saya share satu amalan dan do’a dari “Syeikh Al-Quthub Abi Al-Hasan ‘Ali Asy-Syadzili ” dalam sebuah karyanya ” Sirrul Jaliil Fii Khowaashi Hasbunallahu Wa Ni’mal Wakiil “.

Di baca/diamalkan/diwirid setelah setelah selesai sholat ashar :

حسبنا الله ونعم الوكيل (٤٥٠ )

بسم الله الرحمن الرحيم اللهم يا كافي اكفني نوائب الدنيا ومصائب الدهر وذل الفقر . اللهم يا غني اغنني بغنائك عمن سواك وبجودك وبفضلك عن خلقك فإنك قلت وقولك الحق المبين ” ادعوني استجب لكم ” دعوناك كما امرتنا فاستجب منا كما وعدتنا
اللهم يا مغني اسألك غناك الدهر الي الابد
اللهم يا فتاح افتح لي باب رحمتك واصب علي ستر عنايتك وسخرلي خدام هذه الاسمآء بشيء استعين به علي معايشي وامر ديني ودنياي وأخرتي وعاقبة امري ، وسخره لي كما سخرت الريح والانس والجن والوحوش والطير لنبيك سليمان ابن داود عليهما السلام ، وب ” آهيا شراهيا ادوناي أصباؤت آل شداي ”
يا من امره بين الكاف والنون ، انما امره اذا اراد شيئا ان يقول له كن فيكون . فسبحان الذي بيده ملكوت كل شيء واليه ترجعون (٧)

سر الجليل في خواص حسبنا الله ونعم الوكيل _ الشيخ القطب ابي الحسن علي الشاذلي

Bacaan Latinnya :

Hasbunallhu Wa Ni’mal Wakiil (450x)

Do’a 7x : ” Bismillahir Rohmaanir Rohiim, Allahumma ya kaafi ikfini nawaaibad dunya wamashoibad dahri wa dzullal faqri.
Allahumma ya ghoniyyu ,aghnini bighina_ika ‘amman siwaka wabijudika wabifadhlika ‘an kholqika, fainnaka qulta waqoulukal haqqul mubin UD”UNI ASTAJIB LAKUM ,Da’aunaaka kama amartana fastajib minnaa kamaa wa’adtanaa.
Allahumma ya mughniyyu asaluka ghinaakad dahro ilal abadi. Allahumma ya fattahu iftahli baaba rohmatika washbi 'alayya sitro 'inaayatika ,wasakhkhirli khudaama hadzihil asmaa_i Bisyai_in asta;inu bihi 'ala ma'ayisyi wa amri diini wadunyaya wakhiroti wa'aqibati amri, Wasakhkhirhu li kama sakhortar riiha wal_insa waljinna walwuhusya waththoiro linabiyyika Sulaimana ibni Dawuda 'alaihimas salam, wa_bi_ "Ahyan Syarohiyan Adwanaya Ashbaut Al Syadaya". Ya Man Amruhu ainal kaafi wannun, innamaa amruhuidza aroda syaian an yaqula lahu Kun Fayakun. Fasubhaanal ladzi biyadihi malakutu kulli syai`in ,Wailaihi turja’un “

Terjemah do’a :
Ya Allah, Tuhan Yang Maha mencukupi, sudahilah ( Cukupkan ) kecelakaan dunia dan musibah sepanjang masa dan hinanya kefaqiran yang menimpaku. Wahai Tuhanku Yang Maha kaya, anugerahilah aku dengan kekayaan-MU, kedermawanan-MU dan kelebihan-MU. Sehingga aku tidak butuh bantuan dari selain-MU yang menjadi ciptaan-MU. Engkau telah berfirman dan firman-MU benar dan nyata ” Berdoalah kepada-KU niscaya aku kabulkan ( pinta )mu ” Kami pun memanjatkan doa kepada-MU sebagaimana yang telah Engkau perintahkan kepada kami, maka kabulkanlah doa kami sebagaimana janji-MU untuk mengabulkan kami.
Wahai Tuhan Yang Memberi Kekayaan, berilah aku kekayaan sepanjang masa dan selama lamanya.
Wahai Tuhan Dzat Yang Maha Pembuka, bukakanlah pintu rahmat-MU untukku dan hilangkanlah semua yang menutup pertolongan-MU serta tundukkanlah kepadaku Khadam ( penjaga ) doa ini dengan membawa sesuatu yang dapat menolongku atas masalah penghidupanku, agamaku, dunia dan akhiratku serta akibat semua permasalahanku. Tundukkanlah kepadaku sebagaimana Engkau tundukkan angin, manusia, jin, Binatang liar dan burung-burung tunduk kepada Nabi-MU Sulaiman putra Daud AS. Dan dengan wasilah / perantara penjaga doa ini yang bernama Ahiyan, Syarohiyan, Adunayan dan Asbawut Ali Sadaya.
Wahai Dzat yang perintahnya diantara huruf KAF dan NUN ” Sesungguhnya perintah-NYA hanyalah berkata ‘ JADILAH ‘ maka ‘ TERJADILAH ‘. Maka Maha Suci Allah yang di tangan-NYA Kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-NYA lah kamu dikembalikan.

*** Semoa melalui doa-do’a yang terpanjat dan usaha serta ikhtiyar yang dijalankan, Allah beri kemudahan kepada para pembaca dan muslimin muslimat , aamiin ya sami’ad du’a

DO’A PENYEMBUH DAN PERLINDUNGAN DARI PENYAKIT

Dinukil dari kitab Tafsir Al Kabir karya Imam Fakhruddun Ar Razy

أحدها : ما روي أن رسول الله صلى الله عليه وسلم اشتكى فرقاه جبريل عليه السلام ، فقال : بسم الله أرقيك من كل شيء يؤذيك ، والله يشفيك

Pertama :
Pernah suatu kali Rasululloh shollallohu alaihi wasallam mengadu kemudian malaikat Jibril alaihis salam meruqiyahnya dengan bacaan :

BISMILLAHI ARQIIK, MIN KULLI SYAI IN YU’DZIIK , WALLOHU YASYFIIK

وثانيها : قال ابن عباس : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعلمنا من الأوجاع كلها والحمى هذا الدعاء : بسم الله الكريم ، أعوذ بالله العظيم من شر كل عرق نعار ، ومن شر حر النار

Kedua :
Rasululloh pernah mengajari para sahabat untuk membaca doa dari segala rasa sakit dan sakit panas :

BISMILLAHIL KARIIM, AUDZUBILLAAHIL ADZIIM, MIN SYARRI KULLI ‘IRQIN NA’AAR, WAMIN SYARRI CHARRIN NAAR.

وثالثها : قال عليه السلام : من دخل على مريض لم يحضره أجله ، فقال : أسأل الله العظيم رب العرش العظيم أن يشفيك سبع مرات شفي

Ketiga:
Nabi pernah bersabda : “Barang siapa membaca kalimat berikut sebanyak tujuh kali kepada orang yg sakit dan belum datang ajalnya maka akan disembuhkan.”

AS’ALULLOHAL ADZIIM, ROBBIL ‘ARSYIL ADZIIM, AY YASYFIIK.

ورابعها : عن علي عليه السلام قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل على مريض قال : أذهب الباس رب الناس ، اشف أنت الشافي ، لا شافي إلا أنت

Keempat :
Diantara yang pernah dibaca Rasululloh shollallohu alaihi wasallam ktika mengunjungi orang sakit ,

ADZHIBIL BA’S ROBBAN NAAS, ISYFI ANTAS SYAFII, LAA SYAFIYA ILLA ANTA

وخامسها : عن ابن عباس قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعوذ الحسن والحسين يقول : أعيذكما بكلمات الله التامة من كل شيطان وهامة ، ومن كل عين لامة ، ويقول : هكذا كان أبي إبراهيم يعوذ ابنيه إسماعيل وإسحاق

Kelima :
Rasululloh memintakan perlindungan untuk Hasan dan Husain sebagaimana yg dibacakan oleh Nabi Ibrahim kepada kedua putranya Nabi Ismail dan Nabi Ishaq ,

U’IDZUKUMA BIKALIMATILLAHIT TAAMMAH, MIN KULLI SYAITONIW WAHAAMMAH, WAMIN KULLI ;AINIL LAAMMAH.

وسادسها : قال عثمان بن أبي العاص الثقفي : قدمت على رسول الله وبي وجع قد كاد يبطلني فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : اجعل يدك اليمنى عليه ، وقل بسم الله أعوذ بعزة الله وقدرته من شر ما أجد سبع مرات ، ففعلت ذلك فشفاني الله

Keenam:
Seorang sahabat mengadukan suatu penyakit kepada Rasululloh shollallohu alaihi wasallam kemudian beliau menyuruh sahabat tersebut membaca kalimat sebanyak tujuh kali dan tangan kanan diletakkan pada tempat yang sakit maka Allah menyembuhkan penyakitnya, kalimat tsb adalah :

BISMILLAHI A’UDZU BI IZZATILLAHI WAQUDROTIHI MIN SYARRI MAA AJIDU

وسابعها : روي أنه عليه السلام كان إذا سافر فنزل منزلا يقول : يا أرض ، ربي وربك الله أعوذ بالله من شرك وشر ما فيك وشر ما يخرج منك ، وشر ما يدب عليك ، وأعوذ بالله من أسد وأسود وحية وعقرب ، ومن شر ساكني البلد ووالد وما ولد

Ketujuh :
Ketika Rasululloh bepergian dan turun pada suatu tempat maka Rasululloh mengucapkan :

YAA ARDHU, ROBBI WAROBBUKILLAH, A’UDZUBILLAHI MIN SYARRIK, WASYARRI MAA FFIK, WASYARRI MAA YAKHRUJU MINKI, WASYARRI MAA YADUBBU ALAIKI, WA A’UDZU BILLAHI MIN ASADIN, WA ASWADI, WACHAYATIN, WA ‘AQROBIN, WAMIN SYARRI SAAKINIL BALAD, WA WAALID WAMAA WALAD

وثامنها : قالت عائشة : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا اشتكى شيئا من جسده قرأ : ( قل هو الله أحد ) والمعوذتين في كفه اليمنى ومسح بها المكان الذي يشتكي

Kedelapan :
Ketika Rasululloh mengeluhkan sesuatu pada jasadnya maka beliau membaca QUL HUWALLOHU AHAD, SURAT AL FALAQ DAN SURAT AN NAS pada telapak tangannya kemudian mengusapkan pada tempat yang dikeluhkan.

التفسير الكبير
الإمام فخر الدين الرازي

AGAR TERBEBAS DARI CORONA COVID 19 INILAH DO’ANYA

Rais Aam Idarah Aliyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (Jatman) Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya membagikan ijazah agar terhindar dari penyakit menular dan virus epidemi, terutama dari virus corona. Pembagian ijazah tersebut dilakukan pada Senin (2/3) di kediaman Habib Abdurrahim Puang Makka, Makassar, Sulawesi Selatan.

Terkait ijazah dari ulama asal Pekalongan itu, Pelaksana Tugas Ketua Umum Pengurus Pusat Mahasiswa Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (Matan) Hasan Habibi menyatakan bahwa ijazah tersebut bersifat umum, sehingga siapa pun boleh mengamalkan dan menyebarkannya.

“Abah (Habib Luthfi) mengijazahkan shalawat untuk dibaca semampunya, se-futuhnya, dan itu disampaikan Abah di ndalem (kediaman) Habib Abdurrahim Assegaf Puang Makka (Makassar),” kata Hasan.

Ijazah tersebut ditulis tangan oleh Sekjen Jatman, H Mashudi pada 2 Maret 2020 di Makassar. Mashudi mengawali ijazah tersbut dengan kalimat pembuka berikut: “Berikut Ijazah dari Rais Aam JATMAN agar terhindar dari penyakit menular dan virus epidemi, utamanya jenis penyakit yang akhir-akhir ini sedang melanda dunia, yakni virus corona.

” بِسْمِ اللهِ الَّرحْمنِ الّرحِيْمِ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدنَا مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ كُلِّ دَاءٍ وَدَوَاءٍ

“Allâhumma shalli ‘alâ sayyidinâ Muhammad, wa ‘alâ âli sayyidinâ Muhammad, bi’adadi kulli dâin wa dawâ-in.”

Sebagaimana diketahui, masyarakat dunia tengah dikejutkan dengan munculnya virus corona. Virus yang dikenal dengan nama lain Covid-19 ini pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember. Seiring berjalannya waktu, virus corona telah menyebar ke berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia. Virus tersebut disebut-sebut dapat menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil maupun menyusui.

Untuk Indonesia sendiri, Presiden Joko Widodo baru mengumumkan pada Senin (2/3) bahwa dua warganya terjangkit virus corona. Atas kejadian itu, pemerintah telah menetapkan kasus penyebaran Covid-19 sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Kementerian Kesehatan sendiri menyatakan telah menyiapkan 100 rumah sakit rujukan di 32 provinsi yang dinilai mampu menangani pasien jika ada yang terkonfirmasi virus tersebut.

Berdasarkan informasi terbaru, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa hingga kini di Indonesia ada 27 positive corona dan 155 pasien dalam pengawasan yang telah dikirim ke Balitbangkes untuk diperiksa per Selasa (2/10) dari rumah sakit di 35 provinisi.